Sektor Energi Tak Jadi Prioritas - Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan berakhir pada 2024 mendatang. Hampir 10 tahun Presiden Jokowi berkuasa, selama dua periode kepemimpinan.
Namun demikian dalam kurun waktu hampir 10 tahun tersebut, ternyata belum semua sektor mendapatkan perhatian khusus, salah satunya sektor industri.
Hal itu dikatakan oleh Pemerhati Migas Achmad Widjaja, saat berbincang dengan awak media di Jakarta, Rabu 21 Juni 2023 siang.
Diakui AW, demikian Achmad Widjaja biasa disapa, pemerintah saat ini sudah mengarah kepada energi hijau, dalam hal ini adalah Energi Baru dan Terbarukan (EBT) seperti energi panas bumi, hingga solar panel.
BACA JUGA:
- Kenyataan Pahit! Gas Murah untuk Industri Tak Dirasakan Merata oleh Pelaku Usaha, Malah Harganya Naik
- Jokowi Beri Sinyal Sandingkan Prabowo Subianto - Erick Thohir di Pilpres 2024
Namun demikian, pemerintahan Presiden Jokowi dianggap AW melupakan bahwa energi biru yakni gas bumi dan LNG (Liquified Natural Gas) justru belum dimaksimalkan penggunaannya.
"Dari energi hitam (Fosil/batubara), harusnya lari ke energi biru dulu, jangan langsung ke hijau (EBT)," ungkap AW.
Menurutnya, dengan fasilitas yang sudah ada serta dengan masuknya PGN (Perusahaan Gas Negara) ke Holding Migas PT Pertamina (Persero), seharusnya pemanfaatan gas bumi dan LNG bisa lebih maksimal.
"Pemerintah bangun jalan tol dari Jakarta sampai Surabaya, seharusnya juga bisa membangun jaringan gas. Jangan selalu bertanya demand-nya, tapi siapkan saja suplay nya. Gas itu merupakan kebutuhan utama industri," tegasnya.
Pemerhati Migas Achmad Widjaja-Sigit Nugroho untuk FIN.CO.ID-
BACA JUGA:
- Kabar Gembira! Tol Sigli - Banda Aceh Ruas Blang Bintang - Baitussalam Beroperasi Tanpa Tarif Mulai 22 Juni
- Laju Kereta Cepat Jakarta Bandung 300 Km/Jam, Ridwan Kamil: Koin 500 Rupiah Berdiri Tanpa Dilem Aica Aibon
Adapun terkait harga gas murah untuk industri tertentu USD 6 per MMBTU, AW mengatakan bahwa hal itu ternyata belum dinikmati oleh seluruh sektor industri yang termasuk dalam 7 sektor tertentu penerima manfaat harga gas murah dalam Perpres 121 Tahun 2020.
"Bukan soal harga murah, tapi bagaimana ketersediannya? gas itu adalah pokok. Seperti harga beras, mau Rp7 ribu naik jadi Rp12 ribu, orang tetap beli karena orang Indonesia kalau makan indomie saja, tanpa nasi, itu sama saja seperti belum makan. Ini (gas), yang penting adalah bagaimana jaminan ketersediaannya?," kata AW.
AW berharap, calon presiden (Capres) mendatang harus menjadikan energi sebagai hal yang utama, karena hal ini akan terkait dengan banyak sektor lainnya. (*)