Kenyataan Pahit! Gas Murah untuk Industri Tak Dirasakan Merata oleh Pelaku Usaha, Malah Harganya Naik

Kenyataan Pahit! Gas Murah untuk Industri Tak Dirasakan Merata oleh Pelaku Usaha, Malah Harganya Naik

Pemerhati Migas Achmad Widjaja-Sigit Nugroho untuk FIN.CO.ID-

Gas Murah untuk Industri - Pemerintah akhirnya menyesuaikan harga gas murah untuk industri tertentu. Hal itu tertuang dalam Keputusan Menteri ESDM No 91.K/MG/01/MEM.M/2023 tentang Pengguna Gas Bumi Tertentu dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri. 

Sebanyak 7 sektor industri tertentu yang diatur dalam Perpres 121 Tahun 2020, akan segera dikenakan harga baru dan tidak lagi menikmati harga gas murah untuk industri tertentu USD 6 per MMBTU. 

Padahal meski harganya belum naik pun, ternyata tidak semua pelaku usaha yang termasuk 7 sektor penerima manfaat harga gas murah, merasakan fasilitas harga gas USD 6 per MMBTU. 

Pemerhati Sektor Minyak dan Gas (Migas) Achmad Widjaja mengatakan, dengan harga USD 6 per MMBTU saja, tidak semua pelaku usaha di 7 sektor industri tertentu yang seharusnya menikmati harga gas murah, mendapatkan fasilitas tersebut. 

BACA JUGA:

Kebijakan harga gas sebesar USD6 per MMBTU untuk 7 sektor industri yang ditetapkan pemerintah ternyata hingga saat ini tidak berjalan mulus. 

Achmad Widjaja yang akrab disapa AW itu mengatakan, di tengah belum meratanya penerima manfaat harga gas industri murah, pemerintah justru mengubah kebijakan lagi dengan menaikkan harga gas industri.

"Sekarang kita ambil saja industri baja saja, industri baja itu nggak semua menikmati (harga gas murah), hanya Krakatau Steel (KRAS) saja yang dapat dan swasta nggak dapat. Industri keramik lebih banyak lagi yang nggak dapat," ujar AW kepada awak media, ditemui di kawasan Mega Kuningan Jakarta, Rabu 21 Juni 2023. 

AW mengaku belum melihat ketegasan dan komitmen pemerintah untuk benar-benar membantu sektor industri tumbuh lebih masif. Padahal gas merupakan komponen utama yang sangat mempengaruhi biaya produksi.

BACA JUGA:

Dia mempertanyakan esensi dari perubahan tarif atau harga gas industri karena tidak semua industri yang masuk dalam tujuh kelompok ini mendapatkannya. Padahal semuanya merupakan konsumen dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN yang kini sudah berada dalam holding besar PT Pertamina (Persero).

"Artinya secara data, nama-nama perusahaan yang mendapatkan suplai dari PGAS ini tercatat dengan baik dan tidak mungkin PGAS tidak mengetahui basis sektor konsumennya," tuturnya. 

Menurut AW, ketika kebijakan harga gas murah diberikan ke perusahaan tertentu saja, maka hal itu akan memberikan sentimen negatif terhadap komitmen pemerintah.

"Tujuh sektor itu semuanya pelanggan PGN, harusnya mereka ada datanya, nggak mungkin nggak ada. Jadi kenapa nggak satu dibuat satu harga satu kebijakan satu perintah, kan harusnya beres," tegasnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: