Dedi pun menjelaskan terkait tiga sistem hukum yang dianut Polri dalam melakukan analisis dan evaluasi setiap bila ada kejadian, yang pertama substansi atau instrumen hukumnya. Kedua, struktur hukumnya dan yang ketiga budaya hukumnya.
Ia juga menyinggung terkait diskresi yang dimiliki oleh anggota Polri.
“Dan diskresi kepolisian secara universal bahwa setiap polisi berdasarkan penilaiannya dapat mengambil tindakan yang tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku,” ujarnya.
BACA JUGA: Pele Sayangkan Tragedi Kanjuruhan: Salah Satu Bencana Terbesar dalam Sejarah Sepak Bola
BACA JUGA:Harapan Kanjuruhan
Ketiga instrumen sistem hukum tersebut, dan diskresi itu, kata dedi, dilakukan analisis dan evaluasi (anev), yang akan terus dilatih oleh jajaran Polri.
“Itu semua dianev dan terus akan dilatih,” kata Dedi.
BACA JUGA: Polri Perbaharui Jumlah Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan Jadi 131 Orang
Terkait tudingan impunitas Polri, Dedi menegaskan bahwa pertanggungjawaban secara personal terus dilakukan kepada anggota yang kedapatan melakukan pelanggaran baik secara pidana maupun Komisi Kode Etik Polri (KKEP).
“Setiap kesalahan yang dilakukan oleh personel sesuai pertanggungjawaban personal akan ditindak sesuai peraturan yang berlaku baik pidana dan KKEP,” kata Dedi.
BACA JUGA: Polisi Kantongi Rekaman CCTV yang Bisa Jadi Barang Bukti Dalam Kasus Rizky Billar-Lesti Kejora
Polri telah melakukan penyidikan terkait tragedi Kanjuruhan, sejumlah pihak termasuk anggota polisi telah diperiksa baik oleh penyidik maupun Inspektorat Khusus. Pemeriksaan dilakukan guna segera menetapkan tersangka yang bertanggung jawab atas hilangnya 131 nyawa.
Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang bermula saat ribuan pendukung Arema FC masuk ke area lapangan, setelah klub kebanggaan mereka kalah dari Persebaya dengan skor 2-3.
BACA JUGA: Mengejutkan! PSSI Klaim Polisi Tahu Gas Air Mata Tak Boleh Ada di Stadion Soal Tragedi Kanjuruhan