Hal ini terkonfirmasi bahwa mayoritas responden (89,7 persen) lebih banyak memilih pendapat yang menyatakan bahwa pemerintah akan kehilangan kepercayaan jika tidak menjalankan putusan MA, dibanding pendapat sebaliknya yang menyatakan pemerintah tidak akan kehilangan kepercayaan publik jika tidak menjalankan putusan MA (2,4 persen).
“Bahkan hasil survei menunjukkan ada 57,8 persen responden yang sangat/cukup percaya jika ada mafia vaksin yang bermain, efek dari lambatnya pemerintah mengeksekusi putusan MA. Yang kurang/tidak percaya sebanyak 24 persen. Tidak menjawab, 18,1 persen,” ungkapnya.
(BACA JUGA: Ustaz Felix Siauw Sindir LGBT: Seanjing Anjingnya Anjing Jantan, Ketemu Pasti Berantem Bukan Masuk Kamar!)
Selain itu, Asep mengutarakan hampir semua responden (92,3 persen) juga setuju dan mendukung pendapat Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam yang mengatakan vaksin haram tidak boleh lagi digunakan dengan alasan apapun, pasca adanya putusan MA yang telah mewajibkan pemerintah vaksin halal untuk masyarakat muslim.
Hanya 0,2 persen yang tidak setuju dan tidak mendukung.
“Mayoritas responden (92,3 persen) setuju dan mendukung sikap MUI. Hanya 0,2 persen yang tidak setuju dan tidak mendukung. Sisanya, 7,6 persen tidak tahu/tidak menjawab,” terang Alumni UIN Jakarta ini.
Pendapat responden terhadap sikap MUI ini, lanjut Asep semakin ditegaskan dengan hampir seluruh responden (92,9 persen) yang juga setuju dan mendukung sikap YKMI terkait kewajiban pemerintah menyediakan vaksin halal dan menghentikan vaksin haram untuk warga Muslim.
(BACA JUGA: Review Daihatsu Luxio Facelift 2022: Harga di Bawah Xenia Tapi Lebih Lega Dari Innova)
Sisanya, 0,4 persen tidak setuju dan tidak mendukung sikap YKMI.
Mengenai siapakah yang paling bertanggung jawab terhadap ketersediaan vaksin halal, Asep menambahkan, responden paling banyak menjawab Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pihak yang paling bertanggung jawab pada penyediaan vaksin halal (38.2 persen).
Kemudian yang menjawab Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sebanyak 31,4 persen, lalu Ketua Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Airlangga Hartarto (15,5 persen), Wakil Ketua Komite Penanganan Covid 19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Panjaitan (3,9 persen), Kepala BPOM, Penny K. Lukito (2,3 persen), pihak lainnya (0,4 persen). Tidak tahu/tidak menjawab (8,3 persen).
Asep mengutarakan, sejauh ini baru 37,3 persen responden yang mengetahui adanya vaksin halal dan haram. Sementara, yang tidak tahu sebanyak 62,3 persen.
(BACA JUGA: Pilih MPV FWD Atau RWD, Semua Ada Plus Minusnya Lho)
Adapun jenis vaksin yang disebut sebagai vaksin yang haram atau tidak mendapatkan sertifikat halal oleh responden adalah AstraZeneca (23,5 persen), Sinovac (8,6 persen), Pfizer (8,2 persen), Moderna (7,5 persen), Johnson-Johnson (7,3 persen), Sinopharm (2,2 persen), Zifivax (1,5 persen), Merah Putih (0,4 persen). Tidak tahu/tidak menjawab (55,8 persen).
“Sedangkan jenis vaksin halal yang paling banyak disebut adalah Sinovac (51,3 persen). Kemudian, Merah Putih (22,8 persen), Zifivax (9,3 persen), AstraZeneca (7,3 persen), Pfizer (4,7 persen), Sinopharm (4,7 persen), Moderna (3,4 persen), Johnson-Johnson (1,1 persen). Tidak menjawab (33,4 persen)," katanya.