Oleh sebab itu transisi menjadi endemik ini perlu dilakukan dengan hati-hati, walaupun beberapa negara telah mempromosikan perubahan kebijakan transisi penanganan COVID-19 menjadi penyakit endemik.
“Sebaiknya perubahan status wabah COVID-19 menjadi wabah endemik ini perlu dipertimbangkan dengan baik, berdasarkan hasil penelitian dan pertimbangan yang tepat," jelasnya.
(BACA JUGA: Brantas Abipraya Sokong Masa Depan Energi Hijau Lewat Anak Usahanya)
Maksum menambahkan bahwa berdasarkan data kasus harian yang dilansir dari laman https://www.worldometers.info/coronavirus/, disebutkan bahwa kasus harian COVID-19 masih menunjukkan angka yang tinggi walaupun sudah mengalami penurunan yang tajam sejak puncak gelombang ke empat wabah COVID-19 yang didominasi oleh varian Omicron yang terjadi pada tanggal 9 Januari 2022, yaitu sebesar 3.705.144 kasus/hari, sudah terlewati.
Namun kasus harian COVID-19 global saat ini masih pada kisaran 1,5 – 1.6 juta perhari.
“Kasus harian pada gelombang ke 4 yang didominasi oleh varian Omicron ini masih jauh lebih tinggi daripada puncak gelombang ketiga yang didominasi oleh varian Delta, yaitu sebesar 755.229 kasus pada tanggal 19 Agustus 2021," tambahnya.
Mengenai bagaimana kita mengetahui bahwa wabah COVID-19 telah menjadi endemik di suatu negara tertentu, Maksum mengatakan bahwa tidak ada batas hitam atau putih dalam wabah penyakit menular.
(BACA JUGA: Gusdurian Mengecam Pengeroyokan Oleh Ade Armando, Alissa Wahid: Bertentang Dengan Hak Asasi Manusia)
Sulit untuk mengatakan bahwa saat ini kita sudah memasuki atau berada pada fase endemik COVID-19.
“Umumnya virus yang menyerang saluran pernapasan, sangat sulit untuk menginduksi terbentuknya antibodi netralisasi yang dapat menimbulkan kekebalan terhadap seluruh varian yang beredar. Oleh karena itu para ahli memperkirakan bahwa virus penyebab COVID-19 tidak sepenuhnya akan hilang sama sekali” jelas Maksum.
Maksum juga menegaskan bahwa dalam menghadapi wabah pandemi kita tidak boleh lengah, jenuh dengan segala aturan protokol kesehatan dan berpikir bahwa virus penyebab COVID-19 telah hilang dari muka bumi, ataupun menganggap bahwa wabah COVID-19 berakhir.
Karena jika demikian, maka resikonya adalah kita akan kembali menghadapi gelombang wabah COVID-19 yang mungkin akan lebih menular.
(BACA JUGA: Mahasiswa Tolak Harga Pertamax Naik, Adian Napitupulu: Gimana Sih Kalian Ngitungnya?)
“Kita harus dapat mengambil pelajaran dari gelombang-gelombang wabah COVID yang terjadi selama ini. Berpuas diri, lengah dan beranggapan bahwa wabah COVID-19 telah berakhir, serta kelambanan antisipasi pemerintah, adalah salah satu penyebab terjadinya gelombang tsunami varian Delta di India pada awal 2021. Bahkan Amerika Serikat juga kewalahan dan berjuang keras ketika varian Omicron menyebar dengan cepat pada akhir tahun 2021 yang lalu. Kita tidak boleh lengah agar gelombang berikutnya tidak terjadi lagi," ungkapnya.
Maksum menjelaskan bahwa status pandemi COVID-19 dapat dikatakan sudah berubah menjadi endemik, antara lain jika: (1). Tercapainya kekebalan komunitas atau herd immunity dimana kekebalan tubuh masyarakat meningkat. (2). Menurunnya angka infeksi virus penyebab COVID-19, sehingga jumlah pasien yang dirawat dan angka kematian Covid-19 menurun dan terkendali dengan baik. (3). Tingkat penyebaran wabah COVID-19 di dunia sudah dapat diturunkan secara signifikan dan konsisten, sehingga penyebaran penyakit hanya terjadi di wilayah tertentu saja.