JAKARTA - Pernyataan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang menyebut adanya politisasi bantuan sosial (Bansos) pada penanganan wabah Virus Corona (Covid-19) oleh kepala daerah, khususnya bakal calon kepala daerah di 23 kabupaten/kota, menarik perhatian banyak kalangan.
Dosen Ilmu Hukum dan Tata Negara, Universitas Lampung Yusdiyanto Alam mengatakan, sah-sah saja jika Bawaslu memberikan pernyataan tersebut. Termasuk adanya temuan politisasi bantuan sosial menjelang Pilkada di 11 provinsi. Dengan catatan, tahapan dan penetapan sudah dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
”Benar kalau temuan itu berdasarkan aturan dan UU yang berlaku. Tapi akan salah pernyataan jika tidak termuat dalam aturan dan kewenangan,” terang doktor jebolan Universitas Padjajaran, Bandung itu, Jumat (15/5).
Faktanya, tahapan tesebut belum ada. ”Ngawur pernyataan Bawaslu itu. Sampai sekarang belum ada penetapan calon kepala daerah oleh KPU. Bawaslu seharusnya paham. Bisa membedakan sudah yang sudah ditetapkan atau belum ditetapkan,” terang Yusdiyanto.
Siapa pun, jika dirinya mengklaim sebagai bakal calon kepala daerah dan membagikan sembako, atau memberikan bantuan ke masyarakat, jelas tidak ada aturan yang dilanggar.
Baca juga: Pilkada Ditunda, Yasonna Bilang Ini Demi Kualitas
”Lho ini bakal calon. Coba digaris bawahi. Bakal calon," timpalnya.
"Contoh begini. Anda menyebutkan diri Anda sebagai bakal calon, lalu turun ke masyarakat membagikan sembako. Lalu pasal mana yang dilanggar. Ketentuan mana yang dikangkangi. Etika mana yang salah,” jawab Yusdiyanto lewat sambungan telepon.
Jangan pula, segala sesuatu diarahkan pada politik. Wabah Virus Corona ini berimplikasi dampak sosial. PHK massal, sampai ada pekerja yang dirumahkan.
"Lalu siapa yang mau turun tangan. Bawaslu dengan paket sembakonya? Siapa pun boleh membantu. Tak terkecuali kepala daerah. Incumbent atau kandidat yang berniat maju pun boleh. Kalau pun dipolitisasi yang mana? Presiden saja membagikan sembako dengan label dan nama yang jelas," jelasnya.
Dan faktanya, Presiden Joko Widodo telah mengeluarkan Perppu No.2/2020 tentang Penundaan Pilkada.
”Catat, ini Presiden lho yang mengeluarkan regulasinya. Kok mau Bawaslu jadi alat politik. Kalau lembaga itu mengawasi wabah Covid-19, ya semprit saja itu wabahnya. Kalau memang merusak demokrasi,” timpalnya.
Dalam Pasal 22B poin (c) UU No 10/2016 secara jelas menyebutkan, tugas dan wewenang Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pilkada.
”Ini poinnya. Penegasan pengawasan pemilihan. Kata pemilihan, berlaku jika tahapan itu berlangsung. Pertanyaan publik sederhana kok. Sekarang tahapannya sudah berlangsung belum? Calon kepala daerah sudah ada belum. Makna dipolitisasinya dimana? harus jelas. Jangan bersayap-sayap. Karena aturannya juga jelas dan tegas!” tandasnya.