Program Pendidikan Vokasi Belum Optimal

fin.co.id - 09/05/2020, 10:15 WIB

Program Pendidikan Vokasi Belum Optimal

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengakui, bahwa gagasan dan penguatan program link and match antara dunia pendidikan vokasi dengan industri dalam implementasinya belum optimal.

Dirjen Pendidikan Vokasi, Kemendikbud, Wikan Sakarinto mengatakan, jika link and match dilakukan dengan komprehensif maka pihak industri akan mendapat keuntungan dengan meningkatnya kualitas lulusan pendidikan vokasi jauh lebih sesuai dengan kebutuhannya.

"Bring industries to school and campuss akan membuat siswa dan mahasiswa lebih cepat memahami dunia kerja. Sehingga, diharapkan cost atau biaya yang dikeluarkan oleh industri untuk men-training karyawan atau pegawai baru, bisa ditekan jauh lebih rendah," kata Wikan dalam keterangannya usai dilantik sebagai Dirjen Pendidikan Vokasi, Jumat (8/5).

"Begitu juga dengan waktu adaptasi lulusan baru di dunia kerja akan jauh lebih cepat, berkualitas, lebih kompeten dan lebih siap kerja," sambungnya.

BACA JUGA: RUU Ciptaker Solusi Tekan Angka Pengangguran

Untuk itu, Wikan berharap 'perkawinan' antara pendidikan vokasi dan industri akan meningkatkan produktivitas dan menghadirkan inovasi-inovasi baru. Sehingga industri pun akan lebihsurvive dan berkembang dengan lebih baik.

"Jadi, mari kita semua, dunia pendidikan dan DUDI (Dunia Usaha dan Dunia Industri) dapat bersama-sama 'memasak' dan menciptakan SDM unggul tersebut," tuturnya.

Selain itu, kata Wikan, pendidikan vokasi juga harus mampu berkolaborasi dengan pendidikan akademik dan profesi. Tujuannya agar menghasilkan riset terapan yang dapat dihiliriasasi menjadi produk nyata.

Misalnya, dalam bentuk prototipe yang dihilirisasi ke pasar, industri, masyarakat, atau ke Pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya, sebagai solusi atas permasalahan nyata.

"Bahkan bisa didaftarkan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) atau paten dan dipublikasikan ke platform publikasi terapan," terangnya.

Wikan juga mengingatkan, agar ke depan dapat menjaga kualitas input calon-calon siswa SMK atau mahasiswa vokasi. Sebab, setiap siswa dan mahasiswa harus yakin dan memiliki passion ketika memilih jalur pendidikan vokasi.

BACA JUGA: SE Menaker Beredar, THR Boleh Dicicil

Sehingga, hasil lulusan lembaga pendidikan vokasi akan kompeten, terampil serta memiliki karakter kepemimpinan yang unggul, serta menjadi insan berkarakter positif.

"Jangan sampai masuk SMK atau vokasi itu hanya karena tidak diterima di jalur pendidikan lain. Keterpaksaan tanpa passion dan visi, akan sulit untuk menjadi SDM yang unggul dan kompeten," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian meminta Kemendikbud memasukkan substansi pendidikan vokasi ke dalam cetak biru pendidikan nasional.

"Kita ingin semuanya evidence based. Begitu banyaknya penelitian yang telah dilakukan harus menjadi dasar penentuan pembangunan vokasi yang memang menjadi salah satu fokus utama Kemendikbud pada periode ini," ujar Hetifah, dikutip dpr.go.id.

"Mulai dari penentuan sektor prioritas, jumlah SMK yang akan dibangun, persebaran geografis, semua harus ada justifikasi dan argumennya," sambungnya.

BACA JUGA: Pengembalian Dana Suap Proyek SPAM Bertambah

Menurut Hetifah, masuknya rencana pembangunan pendidikan vokasi ke dalam cetak biru pendidikan nasional sangat penting demi menjamin keberlangsungan rencana secara jangka panjang.

"Jika tidak ada grand design yang memiliki kekuatan hukum, ini sangat rentan untuk tidak berlanjut pada periode selanjutnya jika menterinya berganti," terangnya.

Hetifah juga mengingatkan, bahwa cetak biru pendidikan vokasi harus dibuat dengan benar-benar mementingkan kualitas, mempertimbangkan arah perkembangan zaman, dan berbasis data.

Admin
Penulis