Tahun 2020 Industri Ritel Masih Kelam

Tahun 2020 Industri Ritel Masih Kelam

JAKARTA - Tahun 2019 bagi industri ritel merupakan tahun yang berat. Banyak ritel besar yang berguguran seperti Giant dan Hero. Tercatat sepanjang 2019 ada tujuh gerai Giant yang tutup dan Hero sebanyak 26 cabang tokonya. Lantas tahun 2020 apakah masih kelam bagi industri ritel? Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey mengatakan, sangat memungkinkan ritel besar akan tutup di tahun 2020. Hal itu karena di Indonesia banyak ritel besar yang bersaing dengan ketat. "Selagi masih ada peritel toko besar bisa saja. Nggak banyak, tapi pasti ada," ujar dia di Jakarta, Rabu (1/1). Menurut dia, saat ini telah terjadi perubahan pola belanja di tingkat konsumen. Masyarakat lebih membeli barang sesuai kebutuhan pada hari itu dan memilih belanja di toko yang terdekat ketimbang di tempat yang jauh seperti ritel modern. "Konsumen sekarang ini tidak main stocking. Masyaakat membeli sesuai kebutuhan dan keinginan jangka pendek yang bisa dipenuhi di mini market dan warung sekitar rumahnya,'' papar dia. Lanjut Roy menjelaskan, masyarakat saat ini menyukai yang simpel dan tidak repot harus mengantre dan mencari parkr yang dianggap repot. Ditambah lagi harus mengeluarkan uang parkiran yang tidak sedikit. Kini masyaakat menyukai yang simpel dan efisien tidak harus capek-capek mencari barang muter-muter dari satu rak ke rak lainnya dan juga memindahkan barang dari troli. Jadi memang ada anomali, perubahan bentuk karena pola belanja masyarakat. Mereka sekarang maunya cepat, praktis, nggak habiskan waktu. Bahkan beberapa dari kita juga mulai berikan fasilitas delivery," tutur Roy. Maka tak heran, tahun 2019 banyak toko ritel yang banyak bertumbangan lantaran pola belanja masyarakat yang ingin segala sesutunya simpel dan efisien. "Makanya banyak yang tutup, karena polanya nggak kayak 5-6 tahun lalu. Sekarang kita merelokasi ke tempat lebih kecil dan masih jarang pesaingnya. Toko kecil nggak membutuhkan lahan yang luas cuma 1.500 atau 2 ribu meter saja. Barang yang diinginkan juga mudah dicari,'' kata dia. Senada dengan Aprindo, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda mengatakan seiring dengan era teknologi maka memungkinkan ritel besar akan berguguran di tahun 2020. ''Era disrupsi teknologi masih berlangsung hingga tahun 2020 dan beberapa tahun ke depan. Jadi masih akan terjadi penutupan ritel modern,'' ujar Huda kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Rabu (1/1). Namun apabila ritel modern yang mengikuti pola perkembangan teknologi yang sangat pesat saat ini, maka industri ritel akan tetap bertahan. ''Mudah-mudahan ritel-ritel ini juga bertansformasi mengikuti perkembangan zaman," ucap Huda. Sementara itu, Consumer Behaviour Expert dan Executive Director Retail Service Nielsen Indonesia, Yongky Susilo menilai keberlangsungkan ritel modern bergantung pada iklim ekonomi nasional. Selain itu, konsumen saat ini menahan diri untuk belanja sehingga terjadi penurunan daya beli. Catatan dia, terjadi penurunan daya beli untuk kalangan bawah dan menengah ke atas. "Kelas menengah atas bukan daya beli turun, tetapi (tidak ada) kemauan membeli. Confindence mereka turun akibat polemik pemilu yang tak kunjung reda. Juga ketakutan dikejar-kejar pajak yang berlebihan, mereka juga takut usahanya turun karena ketidakpastian global,'' kata dia. Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, I Gusti Ketut Astawa berharap dengan adanya revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern, maka akan ada kegairahan pada industri ritel di Indonesia. “Draft revisi (Perpres No. 112/2017) sudah di Sekretariat Negara (Setneg). Kami masih menunggu (dan) belum bisa memastikan kapan penyelesaiannya,” pungkas dia. (din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: