News

Polri-Kejagung Didesak Lepaskan Tahanan

fin.co.id - 2020-04-03 09:55:19 WIB

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mendukung imbauan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kepada Polri dan Kejaksaan Agung (Kejagung) lepaskan tahanan guna menekan angka penyebaran virus corona (COVID-19) di rumah tahanan (rutan).Fickar mengatakan, keputusan untuk menahan seorang tersangka sejatinya dilakukan demi mempermudah proses pemeriksaan melalui berita acara pemeriksaan (BAP). Menurutnya jika BAP telah rampung disusun, maka penahanan sudah tak relevan lagi untuk dilakukan."Karena itu seharusnya karena ada situasi yang mengkhawatirkan bagi keselamatan nyawa manusia, maka kekuasaan apapun termasuk menangkap dan menahan tidak menjadi lebih tinggi dari kesehatan dan keselamatan manunusia," ujar Fickar kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Kamis (2/4).Terlebih jika tersangka kooperatif terhadap pemeriksaan yang berlangsung, menurut dia, sebenarnya tidak ada urgensi untuk menahan yang bersangkutan. Bahkan, kata dia, jika di tingkat pengadilan tersangka tak terbukti bersalah dan dibebaskan, maka yang bersangkutan dapat menuntut ganti rugi akibat ditahan."Karena itu harus menjadi catatan bahwa penahanan oleh kepolisian itu dalam rangka pembuatan BAP perkara agar bisa dibuat cepat," tuturnya.Komnas HAM mendorong Polri dan Kejaksaan Agung untuk membebaskan tahanan di rutan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Polri dan Kejagung diminta untuk mengikuti langkah Kementerian Hukum dan HAM."Kebijakan Menkumham harus diikuti oleh penegak hukum lainnya, dalam hal ini Polri dan Kejaksaan. Asimilasi dapat diberlakukan kecuali bagi mereka yang residivis atau memiliki catatan melarikan diri dan atau menghilangkan serta merusak barang bukti. Termasuk penilaian subjektif penyidik," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.Langkah yang dapat dilakukan baik oleh Polri maupun Kejagung adalah dengan menerapkan asimilasi bagi para tahanan dengan menerbitkan instruksi kepada jajaran di bawahnya, baik rutan di tingkat Polsek, Polres, Polda, Mabes Polri, begitu pula rutan Kejari, Kejati, maupun Kejagung.Dia menegaskan, para tahanan tersebut tidak dibebaskan karena masih dalam tahapan di kepolisian dan belum ada keputusan dari pengadilan. Mereka hanya dikenakan tahanan kota atau tahanan rumah."Iya, itu alternatifnya, (tahanan) rumah atau kota. Tidak ditahan di rutan saja. Aturan hukumnya ada di KUHAP," katanya.Komisioner Komnas Ham lainnya, Amiruddin berpendapat bahwa untuk mengurai persoalan kelebihan kapasitas sebuah rutan yang berpotensi ancaman besar bagi penyebaran COVID-19, maka Kapolri dapat mengeluarkan peraturan Kapolri untuk mempertegas Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat Pemberian Asimilasi dan Hak Intergrasi bagi Narapidana dan Anak tersebut."Meskipun demikian Polisi perlu menyiapkan mekanisme pengawasannya atau diberi wajib lapor," ucapnya.Amirrudin melanjutkan pembebasan sementara tahanan itu guna menciptakan ruang jaga jarak antar tahanan di balik jeruji. Bukan untuk menghapus pidana yang disangkakan."Karena tindak pidana harus diproses. Untuk saat ini (karena penyebaran COVID-19) ditunda dulu," ujar Amirrudin. (riz/gw/fin)

Admin
Penulis