Seleksi Program Organisasi Penggerak Tidak Jelas

Seleksi Program Organisasi Penggerak Tidak Jelas

JAKARTA - Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan, mundur dari Program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Alasan mundurnya ormas islam tersebut, lantaran pihaknya menilai, bahwa kriteria pemilihan organisasi penggerak Kemendikbud tidak jelas. Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, Kasiyarno mengatakan, bahwa kriteria pemilihan organisasi penggerak Kemendikbud tidak membedakan antara lembaga CSR dan lembaga yang sepatutnya mendapat bantuan dari pemerintah. Terlebih lagi, Muhammadiyah merasa tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian baru muncul beberapa tahun terakhir. Muhammadiyah memiliki 30 ribu satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. "Persyarikatan Muhammdiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka," kata Kasiyarno, Rabu (22/7). Kasiyarno mengungkapkan, bahwa ada salah satu ormas yang tak kompeten dalam dunia pendidikan masuk dalam daftar POP. Bahkan, ada Organisasi Penggerak dalam bentuk paguyuban, forum. Hebatnya lagi, ormas itu dilaporkan masuk Organisasi Penggerak kategori Gajah. "Bantuannya kategori gajah itu sebesar Rp20 miliar," ujarnya. Kasiyarno menambahkan, ormas yang diduga tak layak menjadi Organisasi Penggerak itu juga tidak memiliki kantor hingga jumlah staff yang jelas. "Muhammadiyah juga melihat beberapa ormas yang lolos pun tidak punya program yang jelas. Terus mereka laporan keuangan juga tidak jelas malah dapat bantuan kategori Gajah di mana bantuannya itu sebesar Rp20 miliar," tuturnya. Atas dasar itu, Muhammadiyah mempertanyakan apakah POP ini tepat untuk meningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Sebab, proses seleksinya tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel. "Muhammadiyah khawatir, POP dikerjakan oleh kelompok yang tidak kompeten. Tanpa kita di POP, kami sudah tentu membantu pendidikan dan tidak membebani biaya pemerintah," ujarnya. Untuk itu, PP Muhammadiyah meminta pelaksanaan Program Organisasi Penggerak (POP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dikaji ulang, karena ada indikasi tidak fair dalam proses seleksinya. "Kita ingin ada kaji ulang lah karena ada indikasi ini enggak fair, organisasi yang lolos ada yang tidak kompeten, itu ya enggak bakal bisa menjalankan apa yang jadi tujuan pemerintah," tuturnya. Langkah serupa juga diikuti oleh Lembaga Pendidikan Ma'arif NU yang menyatakan mundur dari Program Organisasi Penggerak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tersebut. Ketua Lembaga Pendidikan Ma'arif NU, KH Arifin Junaidi menyatakan, bahwa pihkanya mundur dari Program Organisasi Penggerak. Menurutnya, program ini sejak awal dinilai cukup aneh. "Sejak awal program ini aneh, kami ditelpon untuk ajukan proposal dua hari sebelum penutupan. Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul," kata Arifin, dalam keterangannya. Arifin menambahkan, proposal dari pihaknya pada 5 Maret dinyatakan ditolak. Namun, setelah itu pihaknya menghubungi lagi untuk melengkapi syarat-syarat. Selanjutnya, pihaknya juga diminta surat kuasa dari PBNU namun ditolak oleh Arifin karena sesuai AD/ART tidak perlu surat kuasa. "Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," ujarnya. Setelah itu, lanjut Arifin, pihaknya dihubungi untuk mengikuti rakor soal Program Organisasi Penggerak. Namun, pihaknya mengatakan belum belum mendapatkan SK dan penetapan penerimaan POP serta undangan. "Dari sumber lain, kami dapat daftar penerima POP, ternyata banyak sekali organisasi/yayasan yang tidak jelas ditetapkan sebagai penerima POP," ungkapnya. Sementara itu, Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda juga mempertanyakan Tanoto Foundation dan Sampoerna Foundation yang masuk ke dalam Program Organisasi Penggerak (POP). Huda menjelaskan, jika kedua yayasan perusahaan tercantum dalam Program Organisasi Penggerak, maka otomatis akan mendapatkan dana dari pemerintah. Apalagi, kedua entitas bisnis ini masuk dalam kategori Gajah yang bisa mendapatkan hibah hingga Rp20 miliar per tahun dari pemerintah. Huda juga merasa aneh, ketika Yayasan-yayasan dari perusahaan raksasa bisa menerima anggaran dari pemerintah untuk menyelenggarakan pelatihan guru. Padahal, yayasan-yayasan tersebut didirikan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan corporate social responsibility (CSR). "Harusnya dengan semangat CSR mereka mengalokasikan anggaran dari internal perusahaan untuk membiayai kegiatan yang menjadi concern perusahaan dalam memberdayakan masyarakat. Ini Mereka malah menerima dana atau anggaran negara untuk membiayai aktivitas melatih para guru. Logikanya sebagai CSR, yayasan-yayasan perusahaan tersebut justru bisa memberikan pelatihan guru dengan biaya mandiri," katanya. Untuk itu, kata Huda, Komisi X DPR berencana memanggil dua yayasan tersebut untuk dimintai keterangan. Sekaligus, agar keduanya dapat memberikan penjelasan ke legislator. "Kami akan segera memanggil kedua yayasan tersebut," ujarnya. Menanggapi undurnya dua ormas besar tersebut, Kepala Biro Kerja sama dan Humas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Evy Mulyani menjelaskan, bahwa Kemendikbud telah menjalankan seluruh rangkaian perekrutan Program Organisasi Penggerak dengan baik. Menrutnya, program Penggerak dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan independensi yang fokus kepada substansi proposal organisasi masyarakat. Evaluasi dilakukan lembaga independen, SMERU Research Institute, menggunakan metode evaluasi double blind review dengan kriteria yang sama untuk menjaga netralitas dan independensi. "Kemendikbud tidak melakukan intervensi terhadap hasil tim evaluator demi memastikan prinsip imparsialitas," ujarnya. Program Organisasi Penggerak merupakan salah satu program Kemendikbud dalam peningkatan kualitas guru dan sumber daya manusia di sektor pendidikan lainnya. Dalam program ini, Kemendikbud akan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat maupun individu yang mempunyai kapasitas untuk meningkatkan kualitas para guru melalui berbagai pelatihan. Kemendikbud mengalokasikan anggaran Rp 567 miliar per tahun untuk membiayai pelatihan atau kegiatan yang diselenggarakan organisasi terpilih. Organisasi yang terpilih dibagi kategori III yakni Gajah, Macan, dan Kijang. Untuk Gajah dialokasikan anggaran sebesar maksimal Rp 20 miliar/tahun, Macan Rp 5 miliar per tahun, dan Kijang Rp 1 miliar per tahun. (der/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: