Guru Besar FFKUI Bantah AMDK Galon Isi Ulang Penyebab Autis, Begini Katanya

Guru Besar FFKUI Bantah AMDK Galon Isi Ulang Penyebab Autis, Begini Katanya

Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr.dr. Rini Sekartini , Sp.A (K) -Istimewa-

AMDK Galon Isi Ulang - Guru Besar di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof. Dr.dr. Rini Sekartini, Sp.A (K) memastikan tidak ada kaitannya sama sekali air minum dalam kemasan (AMDK) galon isi ulang dengan penyebab penderita autis pada anak-anak. Menurutnya, hingga saat ini belum ada satupun penelitian yang mengungkap penyebab pasti terjadinya autis. 

“Penyebab autis itu masih multifaktor seperti faktor genetik dan lingkungan. Ada juga karena infeksi masa lampau, dan itu bisa terjadi. Tapi, yang pasti air galon isi ulang tidak menjadi penyebab autis. Itu sudah pasti salah,” ujarnya, dikutip Senin 21 Agustus 2023. 

Menurutnya, AMDK galon isi ulang itu justru sangat baik untuk kesehatan karena mengandung mineral yang sangat dibutuhkan tubuh manusia. 

“Air galon kan ada mineralnya, justru baik untuk kesehatan. Kalau dikatakan bisa menyebabkan autis, seharusnya sudah banyak anak-anak di Indonesia yang menderita autis karena yang minum air galon kan banyak. Tapi, nyatanya, yang autis bisa dihitung jari,” tuturnya.

Dulu, kata Prof. Rini,  ada penelitian yang mendukung pengaruh zat tembaga logam terhadap penyebab autis ini. Tapi,  lanjutnya, tidak konklusif juga bahwa penyebab autis itu karena logam ini. “Akhirnya, penelitian ke arah situ juga makin jarang dilakukan,” ujarnya. 

Karenanya, menurutnya, pencarian penyebab autis itu pun tidak lagi menjadi perhatian saat ini. “Biasanya pada anak autis, kita nggak mencari pasti penyebabnya. Pemeriksaan darah, CT Scan, biasanya tidak kita lakukan. Kita langsung masuk ke intervensi untuk penanganannya,” tuturnya.

BACA JUGA:

Untuk penanganan anak-anak autis itu dilakukan tergantung gejalanya. Menurut Prof. Rini, karena autis itu merupakan gangguan perilaku, jadi penanganannya juga harus dengan memperbaiki perilakunya. 

Terapinya dilakukan dengan berbagai cara,  ada terapi sensor integrasi, ada okupasi, ada terapi wicara, dan terapi perilaku. “Jadi, ada multifaktor untuk terapinya,” paparnya.

Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa yang bisa terjadi pada anak autis itu adalah suka mengalami alergi makanan. Misalnya alergi susu sapi dan alergi makanan laut. “Tapi, itu juga tidak semua anak alergi itu jadi dikatakan menderita autis,” ucapnya .

Dia mengatakan autis itu bisa dibagi menjadi autis ringan, sedang, dan berat. Untuk mendeteksinya biasanya ditentukan menggunakan perangkat skrining berupa kuesioner yang namanya M-CHAT-R. 

Anak dengan gejala ada kontak matanya sebentar itu biasanya masuk autis ringan. Jika gejalanya tidak ada kontak mata tapi anaknya tidak cuek, itu masuk autis sedang. 

“Tapi, yang sama sekali cuek dan  nggak ada kontak mata biasanya kita masukkan kategori autis berat,” tuturnya.

BACA JUGA:

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: