Durian Baret

Durian Baret

--

Oleh: Dahlan Iskan

DUA MINGGU ini lidah seperti dimanja: ketika ke Jambi lagi awal musim durian di sana. Ketika ke Pontianak juga awal musim durian Punggur. Mungkin saya juga harus  ke Bangka. Ditunggu durian Tupaikong di sana. Satu pohon lagi penuh dengan durian. Ratusan buah. Itu pohon durian berumur 101 tahun –tahun lalu disebut 100 tahun.

Di Pontianak saya pun diajak berkampanye politik durian. Temanya: selamatkan durian lokal. Rupanya pohon durian lagi terancam: oleh perumahan dan perkebunan sawit.

Saya pun mengulang-ulang jargon baru saya: durian lokal itu beda rasa enak semua. Itu untuk menandai perubahan pandangan  saya pada durian musangking: enak semua tapi rasanya sama.

Durian lokal Pontianak harus diselamatkan. Dengan cara banyak memakannya. Jangan sampai seperti di Jawa. Durian lokalnya tidak terjaga.

Dalam perjalanan udara ke Pontianak kali ini, saya bertemu teman baru: Dede. Pengusaha muda. Ganteng. Asli Pontianak. Ia bertanya: ada acara apa kok saya ke Pontianak. 

Saya jawab singkat: ingin makan durian! Itulah jawaban kelas sapu jagat. Dede langsung terbius dengan kata ''makan durian''. Saya pun selamat: tidak harus menceritakan apa saja agenda saya di Kalbar.

"Pas. Sekarang lagi musim durian Punggur," katanya. "Makan durian dengan saya saja. Saya sediakan sebanyak Pak Dahlan kuat memakannya," tambahnya.

Alhamdulilah. Puji Tuhan. Amitofo. Rahayu. Nikmat yang mana lagi yang masih harus saya dustakan.

Durian Punggur adalah durian dari kecamatan Punggur. Lokasinya sekitar 15 km di Tenggara Pontianak. Mulai banyak yang tanam sawit di sana. Di mana-mana terjaga durian Punggur. Murah sekali: tidak sampai Rp 30.000/biji.

Waktu Wali Kota Pontianak dijabat Sutarmiji –sekarang gubernur Kalbar– harga durian Punggur pernah dilambungkan sampai Rp 50.000. Wali Kota Miji ngamuk. Kios-kios durian diperintahkan ditutup. Akhirnya harga kembali normal.

Saya seperti tidak sabar saja menunggu malam. Maka segala macam urusan saya selesaikan cepat: ngopi di A Siang, bubur ikan di A Heng, ngopi lagi di A Ming. Sampai pukul 14.00 masih juga dapat tawaran dari satu A ke A yang lain. Tapi saya putuskan tegas: stop. 

Tidak boleh lagi ada makanan masuk perut. Pun tidak mau diajak makan malam. Harus cukup ruang di perut ini untuk Punggur bersama Dede. Saya ingin tahu seberapa sukses usahanya –akan terlihat dari sebanyak apa durian yang mampu ia pesan. Saya ingin menguras dompetnya.

Sore itu saya tidak hanya tidak makan. Saya juga harus  mengosongkan perut dan energi. Maka pada pukul 16.00 saya melatih senam-dansa. Kuras tenaga. Yang saya latih: dua pelatih senam Pontianak. Tentu mereka mampu senam lebih hebat dari saya. Tapi ini senam dansa. Senam Disway. Beda. Mereka belum kenal gerakan senam Disway. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber:

Berita Terkait

Emas Bodoh

1 minggu

Nilai 95

1 minggu

Madinah Kafe

3 minggu

Somasi RBT

3 minggu

Gaza Rock

3 bulan