News

Dampak Negatif Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Legislatif dalam Cengkeraman Parpol dan Oligarki

Dampak Negatif Sistem Pemilu Proporsional Tertutup, Legislatif dalam Cengkeraman Parpol dan Oligarki

Pro kontra penggunaan sistem pemilihan umum (Pemilu) proporsional tertutup menjadi diskursus yang hangat belakangan ini.

Munculnya hal tersebut setelah pernyataan mantan WamenkumHAM Denny Indrayana mengklaim mendapat bocoran.

Yakni, jika Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sistem Pemilu menggunakan proporisonal tertutup. 

Pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus merespons hal tersebut. 

BACA JUGA:MK Putuskan Pemilu Proporsional Tertutup, KPU: Gak Ngaruh, Tak Ganggu Tahapan Pemilu 2024

Lucius mengatakan bahwa sistem proporsional tertutup bisa berdampak negatif bagi masyarakat, yakni semakin menjauhkan DPR RI dari rakyat.

Menurutnya, jika anggota DPR terpilih menggunakan sistem proporsional tertutup, maka anggota legislatif terpilih lebih memiliki beban kepada partai ketimbang memperjuangkan janji aspirasi rakyat.

“Sistem tertutup, partai menjadi sangat powerfull dan anggota partai hanya sekrup-sekrup kecil yang nasibnya akan ditentukan sepenuhnya oleh partai,” ujar Lucius dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu 31 Mei 2023.

Ia melanjutkan, dari perspektif partai politik, penggunaan sistem proporsional tertutup cenderung membuat partai lebih pragmatis memilih calon anggota legislatif (caleg).

BACA JUGA:Denny Indrayana: Cawe-Cawe Jokowi Nyata Ketika Membiarkan Moeldoko 'Copet' Partai Demokrat

Lucius mengatakan bahwa hal yang paling ditakutkan yaitu parpol yang berkuasa nantinya akan memilih anggota keluarga atau kerabatnya sendiri untuk menjadi calegnya.

Sedangkan, untuk partai nomor urut besar, menurut Lucius hanya akan gigit jari karena persentase lolos ke parlemen amat sangat kecil.

Hal seperti itu justru akan memperburuk wajah DPR RI karena proses rekrutmen anggota legislatif bergantung pada elektabilitas partai.

Lebih lanjut, Lucius berpandangan pola sistem proporsional tertutup tidak sejalan dengan semangat demokrasi Indonesia dan napas reformasi.

BACA JUGA:PDIP Kasih Pernyataan Soal Bocornya Putusan MK Sistem Pemilu Proporsional Tertutup

Para legislator yang terpilih pun berpotensi hanya membawa beban politik dan kepentingan partai sehingga semakin membuat DPR RI kontra produktif.

“Bagaimana bisa membawa perubahan jika semua anggota DPR sejak awal sudah dalam cengkeraman parpol dan oligarki,” ujarnya.

Sebelumnya, MK telah menerima permohonan uji materi terhadap Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait sistem proporsional terbuka yang didaftarkan dengan nomor registrasi perkara 114/PUU-XX/2022 pada 14 November 2022.

Keenam orang yang menjadi pemohon ialah Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).

BACA JUGA:3 Rumah dan 3 Kendaraan Mewah Rafael Alun Disita KPK

Apabila uji materi UU Pemilu mengenai sistem proporsional terbuka itu dikabulkan oleh MK, sistem Pemilu 2024 akan berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Sistem proporsional tertutup memungkinkan para pemilih hanya disajikan logo partai politik (parpol) pada surat suara, bukan nama kader partai yang mengikuti pileg.

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi partai politik di DPR RI menyatakan menolak sistem pemilu proporsional tertutup, yakni Fraksi Golkar, Gerindra, Demokrat, NasDem, PAN, PKB, PPP, dan PKS. Hanya satu fraksi yang menginginkan sistem pemilu proporsional tertutup, yakni PDI Perjuangan.

Admin
Penulis