Kemenkes Ingatkan Ribuan Bayi di Indonesia Diprediksi Terlahir Kekurangan Hormon Tiroid, Ini Imbauannya

Kemenkes Ingatkan Ribuan Bayi di Indonesia Diprediksi Terlahir Kekurangan Hormon Tiroid, Ini Imbauannya

Ilustrasi - Kaki Bayi--Suchart Sriwichai dari Pixabay

JAKARTA, FIN.CO.ID - Kemenkes ingatkan bahaya kekurangan hormon tiroid atau Hipotiroid Kongenital pada bayi baru lahir.

Menurut kemenkes, kekurangan hormon tiroid pada bayi dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang hingga gangguan pada kognitif.

Sebab itu, untuk menghindari masalah kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan hormon tiroid, masyarakat diimbau untuk melakukan skrining pada bayi baru lahir.

BACA JUGA:Bahaya Memberi Madu pada Bayi, Berisiko Sebabkan Kelumpuhan dan Gagal Pernapasan

Hipotiroid kongenital yang dideteksi lebih cepat dan diobati, dapat mencegah anak mengalami keterlambatan pertumbuhan dan keterbelakangan secara kognitif.

Mengacu prevalensi global 1 : 3.000 kelahiran, menunjukkan bahwa 1.500 dari 4,4 juta bayi baru lahir Indonesia diperkirakan lahir dengan hipotiroid kongenital. Dengan demikian skrining hipotiroid kongenital perlu dilakukan.

Gejala dan tanda yang dapat diobservasi setelah 1 bulan bayi lahir antara lain tubuh pendek, lunglai, kurang aktif, bayi kuning, lidah besar, mudah tersedak, suara serak, pusar bodong, dan ubun-ubun melebar.

Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes dr. Ni Made Diah PLD, MKM mengatakan skrining hipotiroid kongenital dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita hipotiroid kongenital.

''Dengan skrining, diharapkan bayi yang menderita hipotiroid kongenital dapat diberikan tatalaksana dengan segera sehingga dapat terhindar dari kecacatan, gangguan tumbuh kembang, keterbelakangan mental dan kognitif,'' ujar dr. Diah dalam sebuah pernyataan pers.

Pemeriksaan skrining hipotiroid kongenital menggunakan sampel darah tumit pada bayi, usia 48 jam sampai 72 jam yang diambil oleh tenaga kesehatan. Semua bayi baru lahir berhak mendapatkan pemeriksaan tersebut melalui pelayanan di Puskesmas hingga rumah sakit.

dr. Ni Made Diah PLD, MKM juga menjelaskan bahwa dengan pengobatan yang dimulai tepat waktu, penderita Hipotiroid Kongenital dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Lumpuh Otak pada Bayi

Ahli ingatkan orang tua soal gejala lemas yang ditunjukan oleh bayi baru lahir.

Hal hal ini mungkin ada hubungannya dengan salah satu gejala cerebral palsy atau lumpuh otak.

Bayi yang mengalami lumpuh otak, menurut Fakhri Rekha Utama, akan mengalami gangguan pada otot sehingga sulit bergerak.

"Gejala awalnya misalnya pas lahir, bayi lemas banget, enggak nangis sama sekali. Kalau diangkat dia terkulai," kata Fakhri dalam wawancaranya dengan ANTARA.

Pria yang berprofesi sebagai Prostetis dan ortotis dari Rehabilitasi Medis Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) itu menjelaskan bahwa bayi yang menderita cerebral palsy, mengalami hambatan saat otak akan mentransfer sinyal ke otot.

Hal inilah yang menurut dia menjadi penyebab otot tak mampu menangkap sinyal dari otak, sehingga dia tak memberikan respon berupa gerakan (motorik).

Adapun penyebab cerebral palsy, menurut Fakhri, terjadi sebelum kelahiran (prenatal), saat kelahiran (natal), atau setelah kelahiran atau prenatal.

Oleh karena itu, guna mencegah terjadinya cerebral palsy pada bayi, Fakhri menyarankan agar ibu selalu memperhatikan asupan gizinya dengan baik. Selain itu, penting juga untuk memeriksakan kandungan secara rutin.

Sayangnya, menurut Fakhri, kebanyakan orang tua kadang terlambat menyadari bahwa anaknya menderita cerebral palsy.

Tak sedikit dari orang tua menganggap bayi yang terkulai lemah adalah hal wajar karena ototnya belum berkembang sempurna.

"Jadi seharusnya kalau sudah melihat ada keanehan seperti bayinya lemas, enggak gerak, enggak nangis, panas, kejang, langsung bawa ke dokter. Jangan dibiarkan, karena outcome-nya akan lebih parah dibandingkan yang sudah terdeteksi lebih dini," ujar Fakhri.

Fakhri mengatakan, anak yang menderita cerebral palsy tidak akan pernah kembali normal seperti anak-anak pada umumnya. Namun, jika kondisi tersebut terdeteksi sejak dini dan langsung diberikan terapi, maka akan mencegah kecacatan yang lebih parah.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Makruf

Tentang Penulis

Sumber: