PERHAPI: Indonesia tidak Perlu Kuatir jika Kalah di WTO, Hilirisasi Nikel Tak Boleh Berhenti

PERHAPI: Indonesia tidak Perlu Kuatir jika Kalah di WTO, Hilirisasi Nikel Tak Boleh Berhenti

Ilustrasi - Nikel (Ist)--

JAKARTA, FIN.CO.ID -- Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) akan terus mendukung pemerintah untuk melanjutkan hilirisasi di tengah ancaman gugatan Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 

Menurut PERHAPI, apapun keputusan WTO, Indonesia tetap akan mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki untuk kemajuan industri dalam negeri.

(BACA JUGA:Bos Freeport Lapor Jokowi, Penambangan di Etsberg dan Grasberg Sudah Selesai)

(BACA JUGA:Harga Produksi BBM Bergerak Naik, Pertamina Malah Sukses Hemat Anggaran Hingga Rp 6 Triliun)

Ketua Umum PERHAPI Rizal Kasli mengungkapkan, jika nantinya Indonesia kalah atau harus kembali membuka keran ekspor nikel, masih banyak hal yang dapat dilakukan agar hilirisasi terus berjalan. 

Indonesia tidak akan dengan mudah mengekspor bijih nikel yang saat ini menjadi incaran berbagai negara.

“Kita diberi kelebihan dengan sumber daya yang ada. sumber daya ini wajib digunakan semaksimal mungkin untuk kemajuan bangsa dan negara. Jika pemerintah telah memberi sinyal nantinya akan menaikkan tarif ekspor bijih, itu hanya salah satu jalan agar ekspor bijih menjadi tidak menarik atau tidak menguntungkan. Namun masih ada beberapa langkah lainnya yang dapat dilakukan,” ungkap Rizal melalui siaran persnya, Selasa 13 September 2022. 

Menurut Rizal, apapun keputusan WTO nantinya, yang paling harus dijaga adalah kepastian terhadap investasi yang ada saat ini. 

(BACA JUGA:Progres Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung Sudah 88 Persen, Akhir November 2022 Beroperasi Sebagian)

(BACA JUGA:Garap Proyek Rusun dan Jalan Tol di IKN, WIKA Kantongi Nilai Kontrak Rp 1,1 Triliun)

Pemerintah disebut harus mengamankan rantai pasok bijih nikel terhadap industri yang telah dan akan tumbuh, yakni pabrik peleburan (smelter) dan pemurnian (refinery). 

Selain meningkatkan tarif ekspor, pemerintah juga dapat mengatur jumlah produksi melalui Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) pemegang izin pertambangan. 

Pembatasan produksi dapat dilakukan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral guna menjaga umur cadangan nikel dalam negeri.

Selain itu, seperti yang telah dilakukan di batubara, pemerintah juga bisa menerapkan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) bagi para pemegang izin produksi pertambangan nikel. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: