Psikolog Ini Ajak Masyarakat Indonesia Melek Depresi, Silent Killer yang Mengancam Nyawa

Psikolog Ini Ajak Masyarakat Indonesia Melek Depresi, Silent Killer yang Mengancam Nyawa

Depresi, Image oleh Grae Dickason dari Pixabay--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Psikolog Ratih Ibrahim, M.M. ajak masyarakat melek akan bahaya yang ditebarkan oleh kondisi bernama depresi.

Ratih Ibrahim menjelaskan bahwa depresi bukanlah sebuah kondisi yang bisa dipandang sebelah mata, karena kondisi ini berisiko memunculkan keinginan seseorang untuk bunuh diri.

“Saya mau mengajak kita semua untuk aware dengan apa sebetulnya depresi itu dan bagaimana kemudian sampai kepada bunuh diri,” kata Ratih Ibrahim dalam sebuah webinar, via ANTARA.

(BACA JUGA:Kenali Ciri-ciri Frustasi, Awas Berkembang Jadi Depresi)

Hal tersebut disampaikan Ketua II Bidang Kemitraan Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia itu, dalan diskusi bertajuk “Major Depressive Disorder with Suicidal Ideation” yang digelar secara virtual.

“Mungkin kalau dilihat secara umum, kita sering dengar kadang-kadang, ‘Aduh, mau mati saja, deh, bawaannya’. Terus kita pikir teman kita ini lebay banget. Padahal hati-hati, lho, itu adalah sebuah tanda yang perlu disikapi secara tidak sembarangan,” jelasnya.

Ia pun mengutip data milik WHO yang dikeluarkan tahun ini. Di situ disebutkan bahwa 1 dari 8 orang di seluruh mengalami gangguan mental. Kecemasan dan depresi menjadi gangguan mental yang paling umum.

Dari angka itu, Ratih Ibrahim menegaskan seberapa seriusnya penyakit yang masuk dalam kategori silent killer itu terhadap umat manusia.

“Dalam perjalanan saya sebagai seorang profesional kesehatan jiwa, saya menemukan memang betul-betul depresi ini nggak main-main,” ucapnya.

“Bila tidak ditangani secara serius memang akan masuk ke major depressive disorder (MDD) dan muncul keinginan untuk bunuh diri,” ujarnya.

Terkait tentang bagaimana mencegah depresi, Ratih menjabarkan soal lima aspek penting yang patut untuk disadari orang, di antaranya fisik, kognitif, emosi, perilaku, dan sosial.

Ia menjabarkan, aspek fisik menganjurkan orang untuk memperhatikan asupan nutrisi dan istirahat yang seimbang, dibarengi dengan olahraga rutin dan aktivitas fisik.

Aspek kognitif berarti, kata Ratih Ibrahim, menjaga agar pola pikir tetap berkembang (growth mindset) sehingga dapat berpikir positif dan realistis.

Aspek emosi menekankan pentingnya self care atau memberikan diri sendiri ruang untuk mengeluarkan emosi negatif dengan cara yang sehat, serta melakukan konseling dengan psikolog klinis dan psikoterapis.

Sedangkan aspek perilaku dapat diwujudkan dengan cara mengumpulkan emosi dan aktivitas positif serta meningkatkan aktivitas intelektual, contohnya seperti membaca buku dan menonton film beredukasi.

Sementara aspek sosial menganjurkan untuk senantiasa berinteraksi sosial, jika dimungkinkan secara tatap muka, serta terhubung dengan keluarga.

“Intinya adalah kita bangun support system untuk kita sendiri dan juga untuk keluarga kita, teman-teman terdekat kita supaya tidak sendirian,” jelasnya.

“Dan dalam ketidaksendirian tersebut depresi bisa dicegah, pikiran sampai dengan perilaku bunuh diri bisa dihindarkan. Mengapa? Karena semua kehidupan itu bermakna dan berharga,” tutup Ratih Ibrahim.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Makruf

Tentang Penulis

Sumber: