Ramalan BI: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2022 4,5 - 5,3 Persen

Ramalan BI: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2022 4,5 - 5,3 Persen

Bank Indonesia--

JAKARTA, FIN.CO.ID -- Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2022 ini bisa mencapai 4,5 persen - 5,3 persen. 

Beberapa hal mendasari prediksi itu, salah satunya yakni adanya fakta bahwa realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2022 tembus di level 5,44 persen (yoy) atau jauh lebih tinggi dari perkiraan dan capaian pada triwulan sebelumnya sebesar 5,01 persen (yoy).

(BACA JUGA:Dikelola Secara Profesional, Koperasi Mudah Dapatkan Pembiayaan Dana Bergulir)

(BACA JUGA:Pemerintah Alokasikan Rp 97,44 Triliun APBN Untuk KPR Rumah Bersubsidi)

Hal itu disampaikan oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Jakarta, Selasa 23 Agustus 2022. 

Menurut Perry, tingginya pertumbuhan ekonomi didorong oleh peningkatan permintaan domestik, terutama konsumsi rumah tangga, serta tetap tingginya kinerja ekspor. 

Perbaikan ekonomi nasional juga tercermin pada peningkatan pertumbuhan mayoritas lapangan usaha, terutama industri pengolahan, transportasi dan pergudangan, serta perdagangan besar dan eceran.

"Pertumbuhan ekonomi kedepan diperkirakan akan tetap tinggi. Berbagai indikator dini pada Juli 2022 dan hasil survei Bank Indonesia terakhir, seperti keyakinan konsumen, penjualan eceran, dan Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur terus membaik," kata Perry.

(BACA JUGA:IDEAS: RUU Omnibus Law Sektor Keuangan P2SK Berpotensi Lemahkan Perbankan Syariah)

(BACA JUGA:OJK Bakal Tetapkan Bunga Pinjol 0,46 Persen Per Hari, DPR: Sebulan 13,8 Persen, Apa Bedanya dengan Rentenir?)

Sementara itu, perkiraan pertumbuhan ekonomi global di tahun ini akan tumbuh lebih rendah dari asumsi sebelumnya.

Sebab masih besarnya potensi risiko stagflasi dan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.Pertumbuhan ekonomi berbagai negara, seperti Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, berisiko lebih rendah dari proyeksi sebelumnya.

Berbagai indikator dini Juli 2022 mengindikasikan berlangsungnya perlambatan konsumsi dan kinerja manufaktur di AS, Eropa, dan Tiongkok. 

Sementara itu, tekanan inflasi global masih tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik dan kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung. Selain itu upaya perbaikan gangguan rantai pasokan dari sejumlah negara masih terbatas.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sigit Nugroho

Tentang Penulis

Sumber: