Oleh Denny JA- Komisaris Utama Pertamina Hulu Energi
Di ruang rapat sebuah BUMN besar di Jakarta, seorang entrepreneur internal – sebut saja “Arga” – memendam ambisi akan sebuah lompatan inovasi.
Ia membayangkan sistem baru yang bisa mendongkrak efisiensi, menghapus birokrasi berbelit, dan menghadirkan transformasi digital radikal.
Namun di ujung pikirannya selalu ada bayang takut — “jika gagal, saya bisa dituduh menyebabkan kerugian negara, dan saya bisa masuk penjara.”
Maka Arga memilih jalan aman: perubahan kecil, inovasi minimal, agar tak mengundang sorotan auditor negara. Ia tak berani mengambil risiko besar, karena takut niat baiknya justru dikriminalisasi.
Kisah Arga bukanlah drama fiksi semata. Ia melambangkan banyak pejabat dan pelaku bisnis di lembaga negara yang menahan diri dari lompatan progresif.
Ketakutan itu lahir dari konstruksi hukum: “kerugian negara” dijadikan elemen yang mudah dipakai sebagai pasal kriminal.
Di negara-negara maju, hukum korupsi tidak menjadikan “kerugian negara” sebagai elemen utama. Fokus mereka ada pada perbuatan koruptif: suap, penyalahgunaan jabatan, konflik kepentingan, dan kolusi.
Di AS, korupsi tidak didefinisikan sebagai “tindakan yang menimbulkan kerugian pada kas negara.”
Fokus hukum federal adalah pada perbuatan itu sendiri: suap (bribery), penipuan layanan publik (honest services fraud), pemerasan (extortion), dan klaim palsu (false claims).
Contoh jelas ada pada 18 U.S. Code § 201. Unsurnya: “secara korup memberi atau menerima sesuatu yang bernilai dengan niat mempengaruhi tindakan resmi.”
Yang dipidana adalah niat dan perbuatan, bukan hasil akhirnya berupa kerugian negara.
Selain itu, False Claims Act (FCA) memungkinkan pemerintah menuntut ganti rugi atas klaim palsu. Namun kerugian negara di FCA diperlakukan sebagai dasar restitusi perdata, bukan elemen tindak pidana korupsi.
Putusan Snyder v. United States (2024) mempertegas: gratifikasi setelah tindakan resmi tidak otomatis bisa dipidana sebagai suap.
Apalagi hanya dengan asumsi ada kerugian negara. Tanpa bukti quid pro quo (sesuatu diberikan sebagai imbalan atas sesuatu), dan niat jahat, kerugian negara tidak cukup menjerat seseorang.