3. Membangun koordinasi lintas sektor yang kuat antarlembaga penegak hukum dan regulator untuk pencegahan dan penegakan hukum yang lebih efektif. Ini sesuai dengan prinsip sistem peradilan pidana terpadu.
4. Mendorong digitalisasi sistem pelaporan dan pengawasan, untuk meminimalkan interaksi tatap muka yang berpotensi menimbulkan praktik korupsi dan kolusi, serta meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas. Ini dapat mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
Kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dalam Penegakan Hukum
Di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, komitmen terhadap supremasi hukum dan pemberantasan korupsi diharapkan semakin kuat. Visi beliau yang menekankan pada stabilitas, kepastian hukum, dan Pemerintahan yang bersih menjadi landasan penting dalam menangani kasus-kasus besar seperti SGC. Bapak Presiden Prabowo diharapkan akan memberikan dukungan penuh kepada aparat penegak hukum untuk bekerja secara profesional, independen, dan tanpa intervensi, memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa pandang bulu.
Arah kebijakan Beliau juga diharapkan akan memperkuat sinergi antara lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, KPK, dan POLRI, serta PPATK dan OJK, untuk menciptakan sistem yang lebih kokoh dalam mencegah dan menindak praktik korupsi dan pencucian uang. Ini juga sejalan dengan upaya Pemerintah untuk meningkatkan iklim investasi yang sehat dan adil, di mana para pelaku usaha dapat beroperasi dengan kepastian hukum dan terhindar dari praktik-praktik ilegal.
Peran Penting Pemerintah Daerah Provinsi Lampung
Mengingat SGC beroperasi signifikan di Lampung, Pemerintah Daerah Provinsi Lampung punya peran krusial untuk mengawal kasus ini dan memastikan dampak positif bagi masyarakat lokal, sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Prioritas untuk Pemda Lampung:
1. Membentuk Tim Koordinasi Daerah Khusus Kasus SGC (multisektoral) untuk memantau dampak ekonomi, sosial, lingkungan, dan mitigasi risiko.
2. Inventarisasi dan amankan aset daerah yang terkait SGC, berkoordinasi dengan Kejagung dan DJKN. Ini dapat diatur dalam PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3. Perkuat pengawasan perizinan (izin usaha, HGU, AMDAL) dan kepatuhan lingkungan, dengan sanksi tegas jika ada pelanggaran. Ini diatur dalam berbagai undang-undang sektoral seperti UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
4. Jika terjadi perubahan kepemilikan SGC, siapkan program pemberdayaan masyarakat dan petani lokal yang terencana, untuk memastikan keberlanjutan ekonomi dan kesejahteraan mereka. Hal ini dapat didasarkan pada UU Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
5. Dorong transparansi anggaran dan pemanfaatan dana asset recovery dari kasus ini untuk pembangunan Lampung, dengan pengawasan aktif masyarakat. Ini sejalan dengan prinsip akuntabilitas publik.
Kesimpulan