Pada kasus Kedua, kejahatan korupsinya malah dilepas, dengan mundurnya Kejagung dari penyelidikan kasus korupsi sertipikat laut di Perairan Laut Tangerang Utara.
Adapun, kasus sertifikat laut yang disidik Bareskrim Polri terlihat dilokalisir hanya kepada Arsin, Sekdes, SP dan C (Septian dan Chandra).
Padahal, banyak pihak yang terlibat dalam kejahatan perampasan laut NKRI dengan modus penerbitan sertifikat di atas laut.
Di tingkat Desa, yang terlibat adalah seluruh Kepala Desa hingga staf desa di 6 kecamatan dan 16 desa yang terdapat pagar laut sepanjang 30,16 KM, karena mereka berperan menyiapkan terbitnya dokumen PM-1. Sejumlah surat seperti Surat Keterangan Penguasaan Fisik secara sporadis, Surat Keterangan Tidak Sengketa, hingga proses terbitnya girik-girik untuk dijadikan dasar kepemilikan, seolah-olah girik-girik tersebut ada dan secara faktual dahulunya ada di Laut, itu semua dikerjakan oleh pihak Desa.
16 Desa di 6 Kecamatan di Kabupaten Tangerang tersebut adalah:
1. Kec. Teluk Naga (Tj. Pasir, Tj. Burung)
2. Kec. Pakuhaji (Kohod, Sukahati, Kramat)
3. Kec. Sukadiri (Karang Serang)
4. Kec. Kemiri (Karang Anyar, Patramanggala, Lontar)
5. Kec. Mauk (Ketapang, Tj. Anom, Marga Mulya, Mauk Barat)
6. Kec. Kronjo (Munjung, Kronjo, Pagedangan Ilir)
Di tingkat legalisasi lokasi seolah tanah darat dan sudah diterbitkan SPPT, Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB) dan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda Pemba Tangerang) terlibat.
Ditingkat proses peralihan hak atau proses Jual Beli, Notaris, Pihak Penjual dan Pembeli (Baik Korporasi maupun pribadi), dan para saksi yang terlibat.
Pada tahap persiapan pengukuran tanah oleh BPN sebagai dasar peningkatan hak atau penerbitan Sertipikat (SHGB dan SHM), Pemda dan DPRD yang melegalisasi lokasi laut untuk diukur petugas BPN, dengan mengubah RTRW (Rencana Tata Ruang dan Wilayah) juga terlibat.
Pada tahapan penerbitan sertifikat sejumlah pihak terlibat baik BPN Tangerang, Kanwil dan BPN Pusat harus diperiksa. Jika SHGB kurang dari 3.000 ha, diterbitkan Kantah. Jika SHGB luasnya 6.000 sampai 10.000, diterbitkan Kanwil. Jika diatas 10.000 diterbitkan BPN Pusat (Menteri).
Agung Sedayu Group yang mau mereklamasi laut dengan dasar kepemilikan SHGB pada anak perusahaannya, dengan dalih tanah musnah dengan mengaktifkan Pasal 66 PP No 18 tahun 2021, SHGB diatas laut milik Agung Sedayu Group akan dijadikan sarana untuk mereklamasi laut untuk membangun industri properti PIK-2, juga terlibat. Mereka ini, ibarat nya adalah penadah hasil kejatahan sertifikat laut.