KPAI Sesalkan Guru Hukum Siswa Hingga Meninggal Gegara Tak Hafal Nama Nabi

fin.co.id - 01/10/2024, 06:03 WIB

KPAI Sesalkan Guru Hukum Siswa Hingga Meninggal Gegara Tak Hafal Nama Nabi

KPAI menegaskan kasus penculikan anak di Johar Baru, Jakarta Pusat, oleh ibu kandung yang sudah bercerai bukan termasuk kategori penculikan. Foto: Ilustrasi

fin.co.id - Seorang Siswa SMP di Deli Serdang meninggal dunia setelah dihukum oleh gurunya melakukan squat jump sebanyak 100 kali. 

Siswa SMP tersebut bernama Rindu, dia dihukum guru, yakni Sellya Winda Hurape lantaran tidak bisa menghafal nama nabi di dalam Alktitab. 

Usai menjalani hukuman itu Rindu lalu jatuh sakit berupa demam pada Jumat 20 September 2023.

Kemudian Rindu dibawa berobat ke Puskesmas Talun Kenas. Hingga pada Rabu, Rindu dilarikan ke rumah sakit, kalu pada Kamis Rindu dinyatakan meninggal dunia. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti kasus tersebut. Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengaku prihatin atas peristiwa traumatis yang justru terjadi di ruang kelas.

Terlebih, peristiwa ini dilatarbelakangi karena sang siswa tidak mampu mengerjakan tugas hapalan agama.

"Serasa agama diterapkan dalam ruang yang amat sempit, apalagi maknanya hanya ditarik ke satu mata pelajaran. Pelajaran agama terasa begitu sesak sehingga tak ada ruang untuk mereka bernapas, bagi mereka yang tidak melakukannya," kata Jasra ketika dihubungi Disway, 30 September 2024.

Padahal, pemaknaan dalam ajaran-ajaran baku agama, harusnya dikuatkan sehingga memiliki arti tak terbatas, dikonstektualkan pada kekinian oleh guru-guru, bahkan harusnya tidak hanya dilakukan guru agama.

Namun sebaliknya, beragam penyimpangan, seperti kekerasan yang mengatasnamakan agama masih sering terjadi.

"Kisah RSS adalah puncak dari problematika, karena saya kira peristiwa ini, bukan karena hari ini saja menimpa anak seperti RSS, ada rentetan panjang dalam penerapan cara pelajaran agama, yang perlu dievaluasi kita semua. Dan bila itu tidak terjadi, kita tahu, yang meninggal karena pelajaran agama akan terus terjadi," tuturnya.

Adapun penerapan makna keagamaan yang salah oleh orang dewasa seringkali karena ketidakmampuan guru dan orang dewasa dalam menjawab permasalahan anak, bahkan menimbulkan ketakutan pada anak.

"Ketakutan anak tidak beragama, yang dilakukan oleh orang dewasa, seringkali terjadi, karena ketidakmampuan guru dan orang tua dalam menjawab permasalahan anak kekinian," tambahnya.

Oleh karena itu, ia menekankan peran pemuka agama untuk memberi konteks kekinian kepada para pengajar agama di sekolah-sekolah.

"Saya kira para pemuka lintas agama di mana pun berada perlu duduk bersama menjawab permasalahan puncak yang terjadi atas kisah ananda RSS 14 tahun. Karena ini bukan kisah satu satunya, kekerasan atas nama agama," tandasnya.

Ia menyebut perlunya kesepahaman bersama dalam memberikan pendalaman dan mengamalkan agama di kehidupan sehari-hari anak.

Afdal Namakule
Penulis