Nurul Ghufron Dijatuhi Sanksi Pemotongan Gaji 20%, Ini Hal yang Memberatkan dan Meringankan

fin.co.id - 06/09/2024, 16:47 WIB

Nurul Ghufron Dijatuhi Sanksi Pemotongan Gaji 20%, Ini Hal yang Memberatkan dan Meringankan

akil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dinyatakan melanggar kode etik dan divonis sanksi sedang. Foto: Ayu/Dsway Group

fin.co.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron dinyatakan melanggar kode etik dan divonis sanksi sedang. Salah satunya yakni pemotongan gaji sebesar 20 persen.

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean membacakan sejumlah alasan yang memberatkan dan juga meringankan atas saksi kode etik yang dilakukan Nurul Ghufron. Dia mengatakan, hal yang memberatkan Ghufron yakni tidak menyesali perbuatannya, tidak kooperatif, dan tidak memberikan teladan yang baik sebagai pimpinan KPK.

"Hal yang memberatkan terperiksa tidak menyesali perbuatanya terperiksa tidak koperatif, dengan menunda menunda persidangan, sehingga menghambat kelancaran proses sidang. Terperiksa sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan dalam penegakan etik namun melakukan sebaliknya," kata Tumpak dalam sidang etik yang digelar di Gedung ACLC, Jakarta, Jumat 6 September 2024.

Kemudian, Tumpak juga menjelaskan hal-hal yang meringankan Ghufron dalam hal ini adalah yang bersangkutan belum pernah dijatuhi sanksi etik dan teguran tertulis. "Hal yang meringankan terperiksa belum pernah dijatuhi sanksi etik," kata Tumpak.

Adapun, dalam hal ini Tumpak menjatuhkan sanksi sedang kepada Ghufron berupa potong gaji dan teguran tertulis.

“Mengadili, menyatakan Nurul Ghufron terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur Pasal 4 ayat 2 huruf B Peraturan Dewas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK,” kata Tumpak.

Dalam hal ini, Tumpak menyebut, Dewas KPK menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa berupa teguran tertulis, yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya.

Kemudian agar terperiksa selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan mentaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku KPK.

“Dan pemotongan penghasilan yang diterima setiap bulan di KPK sebesar 20 persen selama 6 bulan," ucap dia.

Sebagai informasi, seharusnya Dewas membacakan putusan untuk Ghufron pada 21 Mei 2024, namun secara tiba-tiba terdapat surat perintah penundaan pembacaan putusan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Ghufron menggugat Dewas KPK ke PTUN karena tidak terima diperiksa terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dengan membantu seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pertanian (Kementan), Andi Dwi Mandasari. Ia berdalih, kasus tersebut telah kadaluarsa dan tidak seharusnya dilanjutkan proses pemeriksaan.

(Ayu)

Mihardi
Penulis