Mirza Mirwan
Nobody's perfect. Tiada manusia yang sempurna. Bahkan Rasulullah SAW yang ma'shum, terjaga dari dosa, pun bisa salah dan mendapat teguran dari Allah -- lihat Surah 'Abasa ayat 1-10. Betapapun hebatnya Menkes Budi G. Sadikin, tetap saja ada kemungkinan membuat kebijakan yang keliru. Kebijakan mendatangkan dokter asing untuk mengatasi tingginya angka kelainan jantung bawaan pada bayi yang konon 12.000 bayi per-tahun itu, misalnya. Artinya yang didatangkan ya harus dokter spesialis bedah jantung, seperti Prof Puruhito. Atau seperti Masoud Pezeshkian yang memenangi pilpres Iran kemarin itu. Pertanyaannya: negara mana, sih, yang surplus dokter bedah jantung? Kalau kemudian yang masuk ke sini hanyalah dokter umum, kan berabe. Adalah wajar kalau Prof. Budi Santosa menyatakan penolakannya. Dan mereka yang unjuk rasa, termasuk para profesor, gegara diberhentikannya Prof. Budi Santosa itu secara tak langsung juga menolak kebijakan mendatangkan dokter asing itu. Alih-alih mendatangkan dokter asing, akan lebih bijak bila Kemenkes memberi beasiswa PPDS bedah jantung kepada para dokter umum.
Udin Salemo
Perusuh yang operasi gak peduli dokternya asing, aseng, asli bahkan arab sekalipun. Yang penting biaya operasi murah, hasil operasi baik dan perusuh gak buru-buru "pulang kampung." Bagi yang hobi ngebor tentu setelah operasi mikir bagaimana ngebor lagi. hhhhh...
Everyday Mandarin
Apakah ini yang dikatakan dalam peribahasa Mandarin: 王婆卖瓜,自卖自夸 (Wangpo mai gua, zimai zikua). Nyonya Wang menjual melon, dan terus bicara bahwa melonnya sendiri paling bagus).
Mirza Mirwan
Baca Juga
Sungguh kasiman nian Joe Biden. Sejak "kegagalan"nya dalam debat 27 Juni dulu hingga kemarin hampir tiap hari ada saja anggota Kongres dari Demokrat yang mengimbaunya agar "step aside from the race", tidak maju lagi dalam pilpres musim gugur nanti. Tetapi Biden agaknya ketularan sifat Benyamin Netanyahu, "mbeguguk makutha waton", ogah mengurungkan tekadnya untuk maju lagi di pilpres 5 November mendatang. "Saya kira tak ada seorang pun yang lebih memenuhi syarat untuk menjadi presiden atau memenangi pilpres (nanti) ketimbang saya," katanya dalam sebuah wawancara radio. Dan kaum Demokrat kian panik setelah kemarin pagi (Jumat malam di AS) Biden diwawancarai George Stephanopoulos di televisi ABC. Dalam wawancara selama 22 menit itu, dalam kata-kata seorang anggota HoR, Biden "completely out of touch with reality". Nggladrah, kata orang Jawa. Hagimana, coba! Ketika Stephanopoulos menyinggung soal desakan agar ia tak maju lagi dalam pilpres mendatang, Biden menjawab: "If the Lord Almighty come down and said: 'Joe, get outta the race!', I'd get outta the race. But, the Lord Almighty's not coming down." Maksudnya, Biden mau mundur dari pencapresan bila Tuhan Yang Mahakuasa turun dan memintanya untuk mundur. Suatu hil yang mustahal. Ketika ditanya bagaimana kalau ia menjalani tes kognitif dan neurologis, Biden bilang : "Look, I have a cognitive test every single day. Every day I have that test." "We're doomed," keluh seorang Demokrat.
Everyday Mandarin
Akhir dekade 2000-an dulu, di koran nasional -yang nama korannya diberikan oleh Presiden Soekarno- sering muncul iklan seorang dokter bedah plastik asal Singapore sebesar 1 halaman. Tentu biayanya bisa ratusan juta sekali pasang iklan. Apalagi zaman itu, medsos online belum menggurita. Paling Kaskus. Sélang beberapa saat, mungkin karena gerah iklan tersebut terus muncul, ada seorang yang menulis Surat Pembaca ke koran tersebut memprotes kemunculan iklan dokter asing tersebut. Anehnya, setelah ada surat pembaca, seingat saya tidak pernah lagi muncul iklan dokter asing bedah plastik tersebut.
Tivibox
Selamat pagi, salam sehat ... Kurang lebih sebulan lagi kita akan merayakan HUT Kemerdekaan RI. Menurut informasi terakhir, upacara bendera tingkat nasional akan dilaksanakan di dua tempat. Di Istana Merdeka Jakarta, yang dihadiri oleh Wapres Ma'ruf Amin dan wapres terpilih Gibran Rakabuming Raka. Satu lagi di Istana Negara yang baru di IKN yang dihadiri Presiden Jokowi dan presiden terpilih Prabowo Subianto. Saya jadi bingung mau ikut yang mana, soalnya ke Jakarta jauh, ke IKN apalagi.
Er Gham
Coba tanya ke orang Medan, Pekanbaru, Jambi, Palembang, mengapa mereka pilih berobat ke Penang, Melaka, atau Kuala Lumpur. Jangan sok hebatlah. Jangan jago kandang. Ini masalah nyawa.
Jimmy Marta