fin.co.id - Anak-anak yang menjadi korban dalam video pornografi yang dijual oleh DY melalui Telegram berasal dari beberapa negara.
Wadirkrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Hendri Umar mengatakan korban berasal dari Indonesia dan luar negeri.
"Untuk para korban, memang kami klasifikasikan menjadi dua. Yang pertama berasal dari Indonesia kemudian ada juga dari negara asing," katanya kepada awak media, ditulis Sabtu 1 Juni 2024.
Sementara anak yang berasal dari luar negeri rata-rata dari Asia.
"Ada beberapa yaitu dari Cina, Taiwan, dan dari Singapura beberapanya," tuturnya.
Pihaknya mengaku bersama Divisi Hubungan Internasional Polri bakal bekerja sama dengan kepolisian luar negeri.
Polda Metro Jaya turut menggandeng Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) guna melacak keberadaan anak-anak yang jadi korban di Indonesia.
Baca Juga
"Kami mohon waktu untuk melakukan proses pendalaman dan kami pastikan bahwa penyidikan ini akan terus berlanjut. Jadi setiap video terutama yang berasal dari Indonesia itu akan kami cek dari mana, siapa yang membuat video tersebut," tuturnya.
"Kemudian yang sifatnya video dari luar negeri, kami akan menjalankan kerja sama dari kepolisian masing-masing negara. Mungkin nanti melalui Divhubinter Polri ataupun melalui kerja sama dengan Instagram, Twitter, hingga Facebook untuk mengetahui akun-akunnya, lalu kami telusuri jejak digitalnya untuk dapat kami petakan siapa pertama kali mengupload video ini," lanjutnya.
Sebelumnya, tersangka penjualan dan penyebaran video pornografi anak disebut telah menjual ribuan konten terkait hal tersebut.
Umar menyebut tersangka DY telah menyebarkan ribuan video konten pornografi anak.
"Dari tiga grup Telegram yang dimiliki pelaku terdapat 2010 video yang berhasil disebarkan, dengan rincian, VVIP BOCIL 916 video, VVIP INDO BOCIL 1 869 video, VVIP INDO BOCIL 2 225 video," sebutnya.
Dimana, tersangka disebut telah melakukan aksinya sejak tahun 2022.
"Total 2010 video berhasil disebarkan sejak November 2022," ucapnya.
Tersangka DY disebut telah meraup ratusan juta rupiah dari perbuatannya itu.
"Diperkirakan pelaku meraup ratusan juta rupiah dari hasil penjualan paket grup Telegram tersebut sejak November 2022," ujarnya.