FIN.CO.ID- Guru Besar Universitas Airlangga (Unair) Henri Subiakto mengungkapkan alasan dulunya menyanjung Presiden Jokowi namun kini balik mengkritiknya.
Hendri mulai mengkritik Jokowi menjelang Pilpres 2024 ketika Jokowi membiarkan anaknya, Gibran Rakabuming Raka maju sebagai cawapres dampingi Prabowo Subianto dengan mengubah batas usia capres cawapres di Mahkamah Konstitusi (MK).
Padahal, prof Henri dahulunya paling terdepan memuji semua kebijakan Pemerintah Jokowi. Dia mengakui, mulai menaruh hormat ke Jokowi sejak tahun 2014. Jokowi yang sebelumnya pengusaha mebel, bisa sukses menjadi walikota.
BACA JUGA:
- Prof Henri Subiakto Sebut Jika MK Loloskan Gibran sebagai Cawapres, Maka Anies-Cak Imin Diuntungkan
- Prof Henri Subiakto Nilai Prabowo Munculkan Rocky Gerung untuk Serang Presiden Jokowi
"Menurut saya Jokowi itu humble, tidak arogan, mau turun ke bawah menunjukkan kerja keras, hingga jadi simbol keberhasilan demokrasi dan reformasi" kata Henry Subiakto di akun X miliknya, dilansir Minggu 21 April 2024.
"Jokowi mendobrak kultur pemimpin Indonesia yg tak harus dari anak orang besar, terkenal atau jenderal. Tak harus doktor, Profesor, atau ulama. Rakyat kecil pun bisa jadi Presiden" imbuhnya.
Namun, sejak Pilpres 2024, sikap Presiden Jokowi yang dulunya dianggap merakyat, kini berubah. Bahkan Jokowi dianggap mengkhianati partai yang membesarkannya dalam hal ini PDIP demi melanggeng kekuasaannya melalui keluarga dan anak-anaknya.
"Fakta paling mengecewakan itu ketidakjujuran Jokowi dalam berdemokrasi. Dia menata perangkat politik dan hukum untuk melanggengkan kekuasaan. Menyiapkan dinasti untuk mengganti" ujar Henri Subiakto.
BACA JUGA:
- Henri Subiakto Bilang Anies Bisa Dulang Suara NU Jika Gandeng Yenny Wahid sebagai Cawapres
- Prof Henri Subiakto Bilang Jika Megawati Terus Remehkan Jokowi, Maka Ganjar dan PDIP akan Kalah Pilpres
Henri menilai, akal bulus Jokowi demi melanggeng kekuasaannya dengan cara menundukkan elit-elit politik hingga menundukan penegak hukum.
"Menundukkan elit-elit politik dengan kasus-kasus hukum. Lewat KPK, jaksa dan terutama oknum polisi. Law as a tool of political engineering" katanya.
Lebih lanjut, dia menyebut Jokowi tak beretika, tak jujur. Jokowi merusak tatanan negara demi anaknya.
"Jokowi terlihat flip flop, tak jujur, hipokrit, hingga khianati partai dan orang-orang yang membantunya. Puncaknya Keputusan MK yang merusak tatanan negara terjadi demi anak yang belum cukup usia. Perilaku nir-etika itu seakan menjadi hal biasa dan contoh dalam berpolitik bagi anak bangsa" ucap Henri.
Menurutnya, politik drama yang dimainkan Jokowi, membuat Indonesia dinilai para pengamat sebagai negara authoritarian democracy atau fake democracy yang banyak mengandalkan kekuatan kapital atau oligarki.
"Ini yang membuat ada kewajiban moral bagi kami akademisi untuk mengingatkan sekaligus mengungkap kebenaran. Bagi kami mengritik dan mengoreksi itu tak semata untuk dia, melainkan demi kebaikan bangsa dan negara supaya sadar tidak terlalu percaya pada permainan drama" paparnya. (*)