Setelah setahun sejak pemberian medali itu, dr Cipto Mangunkusumo memutuskan untuk mengembalikan medali itu kepada Ratu Belanda sebagai bentuk perlawanan dan lambang menentang penjajahan Belanda terhadap Indonesia.
Jika saja dr. Cipto Mangunkusumo mau memanfaatkan prevellege medali itu, Ia akan hidup mewah dibawah kekuasaan sang Ratu Belanda. Namun, hal itu tidak dilakukannya, Ia tidak mau menjadi budak di rumahnya sendiri.
Banyak sekali bentuk perlawanan dr. Cipto Mangunkusumo terhadap Belanda. Ia mengatakan “obatnya” cuma satu: semangat perlawanan. Tjipto menjadikan Pangeran Jawa Diponegoro sebagai contoh orang Jawa yang berani melawan Belanda dalam Perang Jawa (1825-1830). Perlawanan Diponegoro, kata Tjipto menyiratkan makna bahwa orang Jawa dapat memutus mitos sifat selalu patuh yang cenderung berucap “ya” atau “amin.” Tijpto mendorong agar kalimat-kalimat itu diganti menjadi "lawan!"***