Ya, sisa gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan saat tragedi Kanjuruhan pekan lalu masuk ke dalam paru-parunya.
Kini, siswi SMKN 6 Malang itu hanya bisa beristirahat di rumah selama sepekan. Dia yang seharusnya bisa kembali ke sekolah, terpaksa izin untuk sementara waktu. Baginya itu tak masalah. Sebab, dia harus pulih 100 persen terlebih dahulu.
Belajar dari kejadian itu, ke depan dia belum bisa memastikan apakah bisa kembali tribun untuk menonton sepakbola seperti dulu atau tidak. Sebab kejadian kelam itu membuat dia dan anggota keluarganya cemas.
Dari lubuk hati paling dalam, Febi memilih untuk gantung syal sementara waktu. “Masih bisa nonton di televisi. Apalagi bapak dan saudara pasti melarang saya (untuk nonton lagi langsung dari tribun),” katanya.
BACA JUGA:Gas Air Mata Kadaluwarsa di Tragedi Kanjuruhan, Peneliti Sebut Bisa Berbahaya Ada Kandungan Sianida
Febi hanya bisa berharap kejadian itu tak terulang kembali. Dunia sepak bola perlu ada perubahan. Baik secara keamanan hingga struktur organisasi. Apa yang diteriakkan suporter seluruh Indonesia kini benar, tidak ada sepak bola seharga nyawa.
Dia yakin badai akan berlalu. Tetapi luka itu masih membekas. Febi juga bertanya, mengapa aparat keamanan tega menembakkan gas air mata ke tribun dimana ada banyak anak kecil dan ibu-ibu?
Polisi Akui Pakai Gas Air Mata Kadaluarsa
Polri membenarkan menggunakan gas air mata saat Tragedi Kanjuruhan Malang, Jawa Timur.
Sebanyak 131 orang meninggal dunia pada Tragedi di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu, 1 Oktober 2022.
BACA JUGA: The Jak Mania Kampus Unisma Bekasi Gelar Doa dan Aksi 1.000 Lilin Untuk Korban Tragedi Kanjuruhan
BACA JUGA:NasDem, PKS dan Demokrat Bentuk Tim Khusus Tentukan Cawapres Dampingi Anies Baswedan
Sementara itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia membenarkan ada gas air mata sudah kedaluwarsa saat kericuhan suporter di Stadion Kanjuruhan.
Namun, efek ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.