(BACA JUGA: Program TKM Kemenaker Diduga Bermasalah, GPPB Turun Aksi)
Berdasarkan penyelidikan Komnas HAM sejauh ini, Taufan menyebut ada indikasi pengaburan atau menghalangi penyidikan (obstruction of justice) yang merupakan bagian dari pelanggaran HAM.
Indikasi obstruction of justice itu terlihat dari adanya perusakan barang bukti dan tempat kejadian perkara (TKP), pengaburan keterangan. Taufan menyebut obstruction of justice bisa membuat terhalangnya fair trial.
“Saya ribut soal CCTV, kenapa? CCTV kalau dihilangkan, fair trial akan sulit didapatkan, kenapa? Karena ada langkah-langkah obstruction of justice, menghilangkan barang bukti, mengatur segala macam sehingga kemudian tidak terbuka apa sebetulnya yang terjadi,” kata Taufan.
Sebelumnya, Ketua Tim Penyidik Tim Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi menyebutkan penembakan yang dilakukan Bharada E terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir Josua bukan untuk membela diri.
(BACA JUGA: Dijamin Bikin Ngakak, Lomba Ini Bisa Jadi Inspirasi Buat Panitia 17-an)
(BACA JUGA:Pesan Menohok Mantan Atasan Sambo: Kalau Naik Pijakan Kaki Harus Kuat, Jangan Mengandalkan Tarikan Dari Atas)
“Tadi kan saya sampaikan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan 56 KUHP , jadi bukan bela diri,” kata Andi, Rabu 3 Agustus 2022.
Ia menyebutkan, Bharada E ditersangkakan atas laporan polisi dari keluarga Brigadir Josua. Tim kuasa hukum keluarga Brigadir Josua melaporkan dugaan pembunuhan berencana dengan dugaan Pasal 340 (pembunuhan berencana) juncto 338, juncto 351 ayat (3) juncto 55 dan 56 KUHP.
Awalnya keluarga Bharada E diminta datang ke Depok, Jabar.
— LALA???????? (@Cintada16) August 10, 2022
mereka dijanjikan akan difasilitasi oleh F sambo.
Namun, Bharada E berubah pikiran.
Ia kemudian meminta keluarganya untuk segera mengganti nomor handphone dan hilangkan jejak.
Cerdas pic.twitter.com/wO01uhpuh0