(BACA JUGA: Geger! Pohon Mangga Terdengar Bisa Bernapas Layaknya Manusia, Pertanda Apakah Ini?)
Dedi mengatakan bahwa Polda Sulteng sudah melakukan negosiasi. Namun, karena aksi sejak pukul 11.00 sampai 00.30 WITA, Satuan Dalmas, Sabhara, dan Brimob harus membubarkan secara paksa dengan menggunakan tembakan gas air mata dan water cannon.
Dalam kebebasan penyampaian pendapat di muka umum, kata dia, harus sejalan dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Dalam UU ini sifatnya tidak absolut tetapi limitatif.
"Pasal 6 menjadi kewajiban semua warga negara untuk menyampaikan kemerdekaan pendapat di muka umum," katanya.
(BACA JUGA: KPK Buka Lowongan Kabiro Humas hingga Direktur Penyidikan, Tertarik? Cek di Sini...)
Aturan tersebut menjelaskan bahwa semua warga negara wajib menaati dan memperhatikan hak-hak orang lain. Setiap warga negara wajib menaati norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Selain itu, setiap warga negara wajib menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku; setiap warga negara wajib menjaga keamanan dan ketertiban umum; setiap warga negara wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
"Nah, ini hal yang tidak bisa dilanggar. Maka, upaya kepolisian harus melakukan tindakan tegas," kata Dedi.
(BACA JUGA: Publisitas Ganjar Pranowo Meroket hingga 84 Persen Terkait Kasus Wadas )
Sebelumnya, masyarakat setempat mengatasnamakan Aliansi Rakyat Tani (Arti) Koalisi Gerak Tambang menuntut Pemerintah Provinsi Sulteng menutup tambang emas milik PT Trio Kencana yang memiliki lahan konsesi di Kecamatan Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan.
Mereka bergerak sejak pukul 09.00 WITA hingga dini hari. Karena aksi itu dianggap telah mengganggu ketertiban lalu lintas, kepolisian setempat membubarkan paksa demonstran hingga pukul 24.00 WITA.