AS alami inflasi tertinggi sepanjang sejarah, dengan realisasi terakhir 6,8 persen. Hal ini akan mempengaruhi kebijakan AS dalam mendorong perekonomian. Dalam waktu dekat akan dilakukan pengurangan stimulus lebih besar dari yang diperkirakan dan dilanjutkan dengan kenaikan suku bunga acuan di tahun depan.
BACA JUGA:
Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi Lebih Cepat Ketimbang Krisis 1998
UMKM Kunci Pemulihan Ekonomi, Akademisi dan Pemerintah Dituntut Ciptakan Inovasi Pendukung
"Hal ini sebabkan gejolak di pasar keuangan beberapa minggu terakhir," ungkapnya.
Sementara itu, aliran modal mengalir deras keluar (outflow) dari Indonesia dalam sebulan terakhir/ Hal ini berdampak terhadap kondisi nilai tukar rupiah.
Selanjutnya adalah China. Beberapa waktu lalu kondisi China sudah mulai membaik seiring respons oleh pemerintahan XI Jinping. Akan tetapi Sri Mulyani melihat masih ada risiko dari sisi inflasi, seiring belum membaiknya kondisi rantai pasok. "Ini Harus kita lihat secara seksama," tegasnya.
"Maka dari itu yang harus kita waspadai pada saat masuk 2022. Dinamika ekonomi global baik ekspor impor, inflasi, nilai tukar rupiah dan komoditas," pungkasnya. (git/fin)