JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIgas) memiliki tugas dan tanggung jawab yang semakin berat kedepan, utamanya dalam menjaga ketahanan energi nasional melalui peningkatan lifting minyak dan gas bumi dengan target 1 juta BOPD minyak dan 12 Miliar Kaki Kubik Gas Per Hari (BSCFD) pada tahun 2030 mendatang.
/p>
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini yaitu telah 20 tahun mengalami penurunan produksi minyak dan gas (decline). BUkan pekerjaan mudah untuk mempertahankan kapasitas lifting migas, apalagi meningkatkan produksi seperti yang ditargetkan pada 2030 mendatang.
/p>
Menurut Dwi, selain perlu dukungan teknologi hingga Sumber Daya Manusia (SDM) unggul, permasalahan pembiayaan juga memiliki peran penting terhadap tercapainya target-target tersebut.
/p>
"Investasi jadi kunci menggerakkan industri hulu migas," kata Dwi Soetjipto dalam webinar "Arah Baru Industri Migas: Peran Perbankan Nasional di Industri Hulu Migas" yang diselenggarakan Energy Watch, Kamis (19/8).
/p>
Untuk investasi sektor hulu migas, kata Dwi diperlukan biaya yang tak sedikit. Disamping itu, ketidakpastian di sektor tersebut juga cukup tinggi. Maka itu, Dwi melihat peran perbankan sangat diperlukan untuk mendukung investasi hulu migas. Dengan potensi hulu migas yang sangat besar (ada 128 total cekungan migas yang belum digarap), maka peluang perbankan untuk bersama-sama tumbuh dengan sektor hulu migas sangat terbuka lebar.
/p>
"Struktur investasi yang memiliki jangka waktu lama dapat disikapi sektor perbankan dengan menawarkan rate bunga kompetitif, sehingga bank nasional bisa bersaing dengan bank asing dalam membiayai industri hulu migas," ungkap Dwi.
/p>
Dwi meminta sektor perbankan dapat memberikan rate bunga kredit yang kompetitif dan bisa bersaing dengan bank asing. "Industri hulu migas hingga tahun 2030 membutuhkan investasi sekitar USD187 miliar dengan potensi pendapatan hingga USD371 miliar. Industri migas sering disebut menjadi sunset industry, tapi kami yakin ini bisa jadi sunrise industry," tuturnya.
/p>
Kepala Divisi Strategi Bisnis, Manajemen Risiko dan Perpajakan SKK Migas, Eka Bayu Setha dalam kesempatan yang sama mengatakan, pihaknya sejak tahun 2008 telah memberikan peluang kepada perbankan nasional untuk ambil bagian dalam sektor hulu migas melalui Surat Edaran Kepala (dh BPMIGAS) tanggal 24 Desember 2008 Nomor EDR-006/BP0000/2008/S0, tentang pembayaran kepada penyedia barang/jasa.
/p>
"Dengan aturan itu, KKKS harus mengutamakan penggunaan bank umum nasional alam melakukan pembayaran kepada penyedia barang/jasa, baik rekening pembayar maupun rekening penerima dan penggunaan jasa perbankan lainnya terkait kegiatan usaha hulu migas," ungkap Eka.
/p>
Dukungan juga diberikan melalui Surat Deputi Umum (dh BPMIGAS) tanggal 1 Juni 2009 nomor 0678/BP0000/2009/S7 perihal penggunaan bank umum nasional dalam kegiatan transaksi pembiayaan hulu migas. Aturan lain, kata Eka, juga ada pada PP 27 Tahun 2017, Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang devisa hasil ekspor Sumber Daya Alam, Peraturan OJK tentang kegiatan usaha bank berupa penitipan dengan pengelolaan, serta PBI tentang kewajiban menggunakan rupiah di wilayah NKRI.
/p>
"Prospek industri perbankan nasional dalam operasional hulu migas sangat besar, mulai dari pencadangan dana ASR, alat pembayaran L/C, rekening khusus DHE SDA, trustee and paying agent, rekening pembayaran dan penerimaan transaksi penyedia barang dan jasa, pembiayaan proyek migas, bank garansi, rekening penerima transaksi jual beli migas, juga pembiayaan industri pendukung hulu migas," jelas Eka.
/p>
"Masih banyak potensi (kerjasama perbankan dengan sektor hulu) yang teman-teman Himbara atau perbankan nasional bisa terlibat kedepan," imbuh Eka.
/p>
Sementara itu, Direktur Kelembagaan dan BUMN Bank BRI, yang juga perwakilan Himpunan Bank Negara (HIMBARA), Agus Noorsanto mengatakan industri hulu migas merupakan salah satu backbone dari pertumbuhan pembiayaan nasional.
/p>
Menurutnya, pertumbuhan kredit perbankan di sektor pertambangan, dimana termasuk didalamnya sektor sektor migas, pada kuartal II-2021 tumbuh -12,9 persen karena adanya pandemi. Namun, kredit sektor pertambangan memang masih lebih baik kinerjanya ketimbang sektor akomodasi, administrasi pemerintahan, pendidikan, kesehatan dan jasa lainnya. Artinya, disaat pandemi sekalipun, potensi pembiayaan perbankan untuk sektor migas atau pertambangan masih cukup tinggi.
/p>
"Total pembiayaan sektor pertambangan termasuk migas itu sekitar Rp147 triliun, ini meningkat. Dibanding sektor lain di masa pandemi, ini meningkat. Dari sisi Non Performing Loan (NPL) ini sangat rendah, 5 persen. Ini menunjukkan kualitas pembiayaan yang baik," tuturnya.