"Benar saja, hal itu sempat diakui oleh Penyidik KPK, Novel Baswedan, saat memberikan kesaksian di persidangan MK," ujar Kurnia.
Keempat, ICW berpandangan bahwa revisi UU KPK sarat akan kepentingan politik.
BACA JUGA:
"Untuk tiba pada kesimpulan itu bukan hal yang sulit, jika dilihat, produk legislasi kontroversi ini dihasilkan secara kilat, praktis hanya 14 hari saja," kata Kurnia.
Selain itu, ia menuturkan, revisi UU KPK juga sedari awal tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2019 namun tetap dipaksakan.
Saat paripurna untuk mengesahkan UU KPK di DPR, jumlah kehadiran anggota pun tidak memenuhi kriteria kuorum.
"Sehingga ini menunjukkan adanya intensi politik di balik pembahasan revisi UU KPK," tutur Kurnia.
Makanya, menurut Kurnia, sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang bertugas menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum, kehadiran MK juga diharapkan menjadi lembaga penyeimbang sekaligus pengingat tatkala pembentuk UU (Presiden dan DPR) bertindak semena-mena dalam menyusun legislasi.
Bukan hanya itu, bahkan katanya, hakim MK juga secara spesifik disebutkan sebagai negarawan yang semestinya cakap dan bijak ketika mengambil suatu putusan.
"Maka dari itu, sebelum memutus uji materi UU KPK, MK diharapkan dapat mengimplementasikan ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yang mewajibkan setiap hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan di tengah publik," kata Kurnia. (riz/fin)