Didakwa Terima Suap Rp25,7 M, Edhy Prabowo: Saya Tidak Bersalah

fin.co.id - 15/04/2021, 14:01 WIB

Didakwa Terima Suap Rp25,7 M, Edhy Prabowo: Saya Tidak Bersalah

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan dirinya tak bersalah atas kasus dugaan suap izin ekspor benih bening lobster atau benur.

Ia mengatakan, dirinya saat ini ditahan lantaran mempertanggungjawabkan apa yang terjadi di Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait perkara itu.

BACA JUGA:  Pelemahan Dolar AS, Buka Peluang Rupiah Mengalami Penguatan

"Saya dari awal ketika masuk sini saya tidak bersalah, cuma saya bertanggung jawab atas yang terjadi kementerian saya, saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya," ujar Edhy usai menjalani persidangan secara daring di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/4).

BACA JUGA:  Edhy Prabowo Didakwa Terima Suap Rp25,7 M Terkait Izin Ekspor Benur

Ia didakwa menerima suap Rp25,7 miliar untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT. DPPP) dan para eksportir BBL lainnya.

Meski mengaku tak bersalah, Edhy menyatakan siap menjalani proses hukum perkara ini. Dia mengaku siap membuktikan dirinya tak bersalah.

"Sudah dibacakan, sudah didakwakan, sudah saya dengar, tinggal mohon doanya. Saya tinggal menghadapinya di persidangan nanti, saya berharap dipembuktianlah semua akan diambil keputusan yang terbaik," kata Edhy.

BACA JUGA:  Harga Komoditas Naik, Nilai Ekspor Maret 2021 Tembus USD18,35 Miliar

Diberitakan, suap itu diduga diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreau Misanta Pribadi, dan Siswadhi Pranoto Loe.

Melalui stafnya itu, Edhy menerima suap sebesar USD77 ribu atau jika dirupiahkan saat ini mencapai Rp1.126.921.950 dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPP), Suharjito.

Kemudian, Edhy juga menerima uang sebesar Rp24.625.587.250. Duit ini diberikan oleh Suharjito dan para eksportir lainnya.

BACA JUGA:  Persija dan Persib Bertemu di Final? Menpora Yakin Komitmen Suporter

"Patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," kata jaksa.

Pemberian suap ini pun setelah Edhy Prabowo mengeluarkan kebijakan untuk mencabut larangan penangkapan atau pengeluaran lobster, kepiting, dan rajungan di wilayah Indonesia.

BACA JUGA:  Anak Tak Diakui, Ini Respons Mantan Istri Bambang Pamungkas

"Terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia berkeinginan untuk memberikan izin pengelolaan dan budidaya lobster dan ekspor Benih Bening Lobster (BBL) dengan mengeluarkan kebijakan untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari Wilayah Negara Republik Indonesia," kata jaksa.

BACA JUGA:  Anak Tak Diakui, Ini Respons Mantan Istri Bambang Pamungkas

Selain itu, pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya yaitu Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.

"Perbuatan terdakwa menerima uang dari Suharjito dan para eksportir benih lobster lainnya, bertentangan dengan kewajiban terdakwa selaku Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yaitu selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatan terdakwa," ungkap jaksa.

BACA JUGA:  Anak Tak Diakui, Ini Respons Mantan Istri Bambang Pamungkas

Dengan penerimaan uang suap tersebut, Edhy didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. (riz/fin)

Admin
Penulis