Kudeta Militer Pecah di Myanmar

fin.co.id - 02/02/2021, 14:35 WIB

Kudeta Militer Pecah di Myanmar

JAKARTA - Kondisi politik di Myanmar memanas setelah pihak militer merebut kekuasaan. Kudeta oleh militer itu pun dibarengi penangkapan Pemimpin Tertinggi Myanmar Aung San Suu Kyi dan Presiden Myanmar Win Mynt pada Senin (1/2) dini hari.

Peristiwa itu pecah, ketika terjadi ketegangan antara kelompok sipil dan militer memanas terkait tuduhan kecurangan pemilu pada November 2020 yang dimenangkan secara telak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Juru bicara Liga Nasional untuk Demokrasi, Myo Nyunt mengatakan, jika penahanan terhadap Suu kyi dilakukan setelah ketegangan antara pemerintah sipil dan militer meningkat dalam beberapa hari terakhir.

BACA JUGA:  Mahfud MD Bantah Merestui Moeldoko untuk Rebut Partai Demokrat

Hali itu memicu ketakutan terjadinya kudeta setelah militer berulang kali menuding adanya kecurangan dalam pemilihan umum November lalu.

"Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin lainnya telah ditahan pada dini hari. Nyunt mengatakan jika tidak menutup kemungkinan dirinya juga akan ikut ditahan," kata Nyunt seperti dikutip dari Reuters, Senin ((1/2/2021).

"Saya ingin memberi tahu pendukung kami untuk tidak menanggapi dengan gegabah dan saya ingin mereka bertindak sesuai dengan hukum," imbuhnya.

BACA JUGA:  Kedatangan Thomas Tuchel Membuat Chelsea Sering Memainkan Penguasaan Bola

Setelah menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, Tentara Myanmar (Tatmadaw) mengumumkan status darurat selama satu tahun.

Tatmadaw juga menyatakan, bahwa kekuasaan pemerintah Myanmar telah diserahkan kepada Panglima Militer Myanmar, Jenderal Min aung Hlaing.

Dalam pernyataan di akun Facebook, Tatmadaw menyatakan, akan menggelar Pemilu ulang yang bersih. Pihak yang memenangi Pemilu disebut akan berkuasa setelah status darurat selama satu tahun berlalu pasca ditangkapnya Suu Kyi bersama Presiden Myanmar Win Wyint, beberapa jam sebelumnya.

BACA JUGA:  Rekonstruksi Kasus Bansos Covid-19: Operator Ihsan Yunus Terima Rp1,5 M dan Dua Sepeda Brompton

"Kami akan menunjukkan demokrasi multi partai yang nyata, dengan keseimbangan dan keadilan," bunyi pernyataan militer Myanmar seperti dilansir dari AFP.

"Kami juga menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil, begitu masa ketentuan darurat selesai," sambungnya.

Pihak militer Myanmar mengklaim Pemilu tahun 2020 berlangsung curang. Mereka menuding ada jutaan pemilih palsu dalam pemilu yang dimenangkan oleh partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) tersebut.

Menanggapi peristiwa itu, Aung San Suu Kyi menyerukan seluruh warga untuk melakukan protes usai militer Myanmar (Tatmadaw) melakukan kudeta pemerintahan. Seruan itu diketahui dari pernyataan Suu Kyi di akun resmi Facebook Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

BACA JUGA:  IHSG Awal Pekan Menguat Berkat Peresmian Bank Syariah Indonesia

Dalam pernyataannya seperti diunggah oleh NLD, Suu Kyi mendorong warga untuk menentang kudeta yang telah terjadi. NLD dalam unggahan itu juga menyebutkan, pernyataan dari Suu Kyi itu ditulis sebelum kudeta yang dilakukan Tatmadaw terjadi pada Senin dini hari waktu setempat.

"Aksi yang dilakukan oleh militer merupakan aksi untuk menempatkan kembali negara dalam kediktatoran," bunyi pernyataan yang memuat nama tanpa tanda tangan Suu Kyi itu seperti dilansir dari Reuters.

"Saya mendesak orang-orang untuk tidak menerima ini, untuk merespons dan dengan sepenuh hati memprotes kudeta yang dilakukan pihak militer," sambungnya.

BACA JUGA:  Telkom Raih Penghargaan di Ajang BUMN Corporate Communications and Sustainability Summit

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengecam penahanan pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi oleh junta militer.

Melalui juru bicara PBB, Stephane Dujarric mengatakan, bahwa Guterres mendesak pimpinan militer untuk menghormati keinginan rakyat Myanmar terkait proses demokrasi di sana.

"Sekretaris Jenderal mengutuk keras penahanan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin politik lainnya. Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi," kata Dujarric dalam sebuah pernyataan seperti mengutip AFP.

BACA JUGA:  Tidak Lolos Screening dan Tidak Hadir, 710 Tenaga Kesehatan Gagal Divaksin

"Semua pemimpin harus bertindak demi kepentingan yang lebih besar dari reformasi demokrasi Myanmar, terlibat dalam dialog yang bermakna, menahan diri dari kekerasan dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan fundamental," imbuhnya.

Desakan agar militer Myanmar membebaskan Suu Kyi juga disuarakan oleh Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara Barat. AS mengancam, akan bertindak untuk merespons kudeta pemerintahan yang dilakukan Tatmadaw tersebut.

Admin
Penulis