Potensi Radikalisme Menurun

fin.co.id - 21/12/2020, 09:35 WIB

Potensi Radikalisme Menurun

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

"Terbukti pada kasus Wiranto, karena ada kesempatan waktu itu yang jelas mereka menyerang," ujarnya.

Namun, target bisa berubah ketika kesempatan tidak muncul. Mereka mengalihkan serangan ke tingkatan lebih rendah. Contohnya, Kelompok Jamaah Islamiyah (JI) menyasar target yang menyimbolkan Amerika Serikat (AS).

BACA JUGA:  Akui Akun Instagramnya Diblokir, Nikita Mirzani ke Deddy Corbuzier: Kita kan Udah Nggak Berteman

"Maka yang diserang ketika bom Bali itu kan turis asing kan. Ketika ke JW Marriott (2009) itu kan simbol-simbol AS," ujar dia.

Kelompok-kelompok radikal lebih sering menyasar kerumunan jika target utama dan kedua tak bisa tercapai. Serangan ini sebagai target tingkat emergency, seperti insiden bom Thamrin, pada 2016 dan Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada 2017.

"Jadi target itu sudah mereka petakan dengan detail, target, dan utamanya apa," ucapnya.

BACA JUGA:  Soal Larangan Natal, Non Muslim: Orang kek Ernest Itu Pemecah Bela Sesungguhnya

Sebelumnya, Kadiv Humas Polri Irjen Raden Prabowo Argo Yuwono mengatakan, pengkaderan jaringan teroris JI sudah sangat teragenda rapih. Bahkan sudah ada 91 kader JI yang dilatih siap tempur, dimana 66 di antaranya sudah dikirim ke Suriah dan beberapa sudah kembali ke Indonesia.

"Mereka (JI) sudah menyiapkan kemampuan diri dengan pelatihan-pelatihan khusus guna mempersiapkan kekuatan melawan musuh yakni negara dan aparat. Sebagian besar dari mereka juga sudah berangkat ke Suriah bergabung dengan kelompok teror di sana dan berperan aktif dalam konflik di Suriah. Kemampuan yang sudah diasah di tempat pelatihan dan medan tempur sebenarnya (Suriah) menjadikan mereka sebagai potensi ancaman nyata," katanya.

Kader teroris ini, telah dipersiapkan melalui bagian struktur khusus. "Penanggung jawab atau amir Jamaah Islamiyah adalah Parawijayanto dan koordinator pelatihan adalah Joko Priyono alias Karso," ujarnya.

BACA JUGA:  Warga Net Desak Polisi Tangkap Munarman, Refly Harun: Dikit-Dikit Main Tangkap

Menurutnya, ada banyak sekali faktor penyebab tumbuhnya radikalisme secara subur di Indonesia. Salah satunya adalah maraknya penyebaran berita bohong atau hoaks.

"Maraknya penyebaran hoaks tanpa filter melalui sosial media membuat paham radikal dan anti pemerintah makin subur. Dari dulu sampai sekarang radikalisasi terbentuk sebagai bagian dari respons atas ketidakadilan dan makin melebarnya kesenjangan sosial di masyarakat. Bahwa kemudian agama jadi satu alasan dalam mengekspresikan ketidakpuasan dan kebencian," jelasnya.

Menurutnya, upaya mencegah penyebaran paham dan ideologi radikalisme di kalangan anak muda harus melibatkan seluruh stakeholder. Terutama yang bersentuhan langsung dengan dunia pendidikan, sosial, keagamaan, komunikasi dan keamanan di lingkungan masing-masing.

"Ya perlu peran serta semua stakeholder," ujarnya.(gw/fin)

Admin
Penulis