Edhy 'Kecapit' Lobster, Luhut Jabat Menteri KKP Ad Interim

fin.co.id - 26/11/2020, 10:24 WIB

Edhy 'Kecapit' Lobster, Luhut Jabat Menteri KKP Ad Interim

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Menteri Perikanan dan Kelautan Edhy Prabowo 'kecapit' lobster. Dia ditangkap dan ditetapakan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan korupsi perizinan ekspor benih lobster.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan pihaknya menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Selain Edhy, KPK juga menetapkan 6 orang lainnya sebagai tersangka.

"KPK menetapkan total 7 orang tersangka dalam kasus ini. EP (Edhy Prabowo) sebagai penerima," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (25/11) malam pukul 23.45 WIB.

BACA JUGA:  Dituding Penyuka Sesama Jenis, Nikita Mirzani: Kalau Iya Kenapa? Ruginya di Mana?

Enam tersangka lainnya adalah, Safri (SAF), Andreau Pribadi Misata (APM), Siswadi (SWD) selaku pengurus PT ACK (Aero Citra Kargo), Ainul Faqih (AF), dan Amiril Mukminin (AM) sebagai penerima hadiah serta Direktur PT DPPP (Dua Putra Perkasa Pratama), Suharjito (SJT) sebagai pemberi suap.

Edhy Prabowo dan sejumlah penerima disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan Suharjito disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

BACA JUGA:  Serahkan Sepenuhnya ke KPK, Disebutnya Nama Baru Dalam Kasus Djoko Tjandra

Diungkapannya, Edhy dan para tersangka akan ditahan di Rutan KPK cabang Gedung Merah Putih selama 20 hari. Terhitung sejak 25 November 2020 hingga 14 Desember 2020.

Sedangkan dua tersangka yang belum ditahan untuk menyerahkan diri kepada KPK. Mereka adalah tersangka dengan inisial APM dan AM.

Dijelaskan Nawawi, pengungkapan kasus berawal dari informasi adanya dugaan terjadinya penerimaan uang oleh Penyelenggara Negara. Pada tanggal 21 November 2020. Selanjutnya pada 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi terkait hal ini.

"Informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana, dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan Penyelenggara Negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," ungkapnya.

BACA JUGA:  Kemendes PDTT Bentuk Desa Inklusif untuk Lindungi Kaum Disabilitas

Aliran dana korupsi itu berawal ketika pada 14 Mei 2020, Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Dalam surat tersebut Edhy menunjuk Staf Khususnya, Andreau Pribadi Misata (APS) selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Sedangkan wakilnya adalah Safri (SAF), yang juga stafsus Edhy.

Salah satu tugas tim tersebut adalah sebagai penilai bagi perusahaan yang hendak menjadi eksportir benur.

Pada awal Oktober 2020, Suharjito (SJT), Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (PT DPPP) datang ke kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk bertemu SAF. PT DPPP hendak menjadi eksportir benur.

Untuk mengekspor benur, maka syaratnya harus melalui PT Aero Citra Kargo (PT ACK). PT ACK ini bertindak sebagai 'forwarder' benur dari dalam negeri ke luar negeri.

BACA JUGA:  Jumlah Penumpang Angkutan Umum Libur Nataru Diprediksi Menurun 52 Persen

"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp 1800/ekor," katanya.

Agar diterima sebagai eksportir benur, PT DPPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp 731.573.564,00.

Di sinilah modus rekening penampung dijalankan. PT ACK dipegang oleh Amri dan Ahmad Bahtiar. Amri dan Ahmad Bahtiar diduga merupakan calon yang diajukan pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.

Duit-duit dari perusahaan-perusahaan yang berminat menjadi eksportir benur kemudian masuk ke rekening PT ACK.

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACH yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar, masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar," ungkapnya.

BACA JUGA:  Menteri Edhy Prabowo Sudah Diamankan ke Kantor KPK Guna Jalani Pemeriksaan

Pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih (staf istri Edhy) sebesar Rp 3,4 miliar. Dana diperuntukkan bagi keperluan Edhy Prabowo, istrinya bernama Iis Rosyati Dewi, stafsus Edhy bernama Safri, dan stafsus Edhy bernama Andreau Pribadi Misata.

Admin
Penulis