JAKARTA - Presiden Joko Widodo menerbitkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Perpres tersebut dinilai tidak mematuhi putusan Mahkamah Agung (MA), yang memerintahkan mengembalikan iuran BPJS Kesehatan ke iuran murah dimana kelas I Rp80.000, kelas II Rp51.000 dan kelas III Rp25.500 untuk pekerja bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja (BP).
Dalam Perpres No 64 Tahun 2020 tersebut diatur, Iuran BPJS Kesehatan Kelas I yaitu sebesar Rp150 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.
Iuran kelas II yaitu sebesar Rp100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta.
Iuran Kelas II yaitu sebesar Rp100 ribu per orang per bulan dibayar oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau pihak lain atas nama Peserta. Iuran Kelas III Tahun 2020 sebesar Rp25.500, tahun 2021 dan tahun berikutnya menjadi Rp35 ribu.
Perpres menjelaskan ketentuan besaran iuran di atas mulai berlaku pada 1 Juli 2020. Hal ini menjadi pembahasan dalam diskusi daring Koordinator Nasional Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (KORNAS MP BPJS) dengan topik Naik Turun Naik Iuran BPJS Kesehatan pada Kamis (14/5).
Baca juga: Kompak, DPR dan MPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS
Hadir sebagai narasumber Saleh Partaonan Daulay (Anggota Komisi IX DPR FPAN), Boyamin Saiman (advokat), dan Hery Susanto Ketua KORNAS MP BPJS. Host acara tersebut Muhammad Deni Arwani (Deputi Kepesertaan BPJS KORNAS MP BPJS).Ketua KORNAS MP BPJS Hery Susanto menyatakan sikap menolak Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
”Pemerintah gunakan kekuasaannya bukan untuk membantu problem rakyat melainkan untuk problem kekuasaan pemerintah itu sendiri yang galau atasi defisit BPJS kesehatan yang terjadi setiap tahunnya,” katanya.
https://www.youtube.com/watch?v=kpK6EY3NjKc&t=101s
Menurutnya, pemerintah tidak ada uang untuk menanggulangi defisit BPJS karena lebih perhatikan pembangunan infrastruktur dibanding pelayanan dan jaminan kesehatan nasional.
Harusnya masyarakat tidak dibebani problem kenaikan iuran BPJS, karena problem yang dialami BPJS itu akibat kesalahan manajemen pemerintah melalui BPJS itu sendiri.
Hery Susanto mengatakan pemerintah tetap ngotot menaikkan iuran BPJS dan tidak peduli terhadap problem masyarakat. Masyarakat kini tengah mengalami kesulitan ekonomi akibat daya beli yang merosot tajam baik sebelum maupun sesudah terjadinya pandemik Covid-19 dan PHK massal dimana-mana.