JAKARTA - Rencana kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan kelas I dan kelas II mandiri pada Juli 2020, yang tercantum dalam Pasal 34 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan terus menuai kontroversi. Pemerintah diminta mengkaji kembali aturan ini sebelum resmi diterapkan.
Anggota Komisi IX DPR Ribka Tjiptaning menegaskan, tetap menolak kebijakan pemerintah yang tetap menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
”Dari awal Komisi IX, baik di internal, di rapat gabungan antar komisi, sampai rapat dengan Ketua DPR menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Terakhir, Mahkamah Agung juga atas desakan rakyat menolak Perpres yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan,” kata Ribka, Kamis (14/5).
Politisi PDI Perjuangan itu mengatakan dengan adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, Komisi IX DPR sebenarnya berharap pemerintah tinggal menjalankan saja.
BACA JUGA: 1 Juli 2020 Iuran BPJS Kesehatan Kelas I dan II Naik, Kelas III Menyusul
Namun, tanpa diduga pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 yang disebut-sebut telah menjalankan putusan MA tersebut, tetapi tetap menaikkan iuran BPJS Kesehatan. ”Dengan adanya wabah Covid-19, rakyat sedang terhimpit. Ada yang kehilangan pekerjaan. Ada yang bingung dengan kontrakan rumah. Jangan karena masyarakat sudah diberi sembako, lalu iuran BPJS Kesehatan tetap dinaikkan,” jelasnya.Ribka menilai Perpres 64 Tahun 2020 terbit dengan memanfaatkan pembatasan jarak akibat pandemi Covid-19 sehingga tidak ada pertemuan-pertemuan fisik dengan DPR. ”Pertemuan-pertemuan dengan DPR hanya bisa dilakukan terbatas. Jangan itu menjadi kesempatan untuk mengesahkan kebijakan-kebijakan yang tidak pro rakyat. Pembahasan omnibus law juga saya protes karena seperti memanfaatkan situasi,” katanya.
Meskipun peraturan presiden dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang adalah domain pemerintah, Ribka mengatakan tidak ada salahnya berkonsultasi dengan DPR. ”Jangan-jangan nanti malah pada tidak mau bayar iuran, malah tambah repot. Yang kelas I dan II saja ada yang mau turun kelas. Ini masyarakat sudah mau gotong royong malah dipersulit lagi," katanya.
Sementara Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) dalam keterangannya meminta pemerintah untuk mengkaji ulang rencana tersebut, mengingat putusan Mahkamah Agung (MA) pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Meskipun kenaikan iuran BPJS nominalnya sedikit berbeda, namun langkah Presiden menaikkan iuran BPJS tetap tidak dapat dibenarkan karena bukan satu-satunya cara mengatasi defisit ekonomi negara, terlebih di tengah resesi ekonomi saat ini.
Dia meminta pemerintah segera memberikan sosialisasi dan penjelasan yang dapat dipahami masyarakat karena rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini bertolak belakang dengan kembali normalnya iuran BPJS Kesehatan yang beberapa waktu lalu diputuskan MA.
BACA JUGA: Awas Bocor, Amati Distribusi Stimulus UKM di Daerah
Politikus Partai Golkar itu mengingatkan pemerintah agar selalu mengedepankan kepentingan masyarakat luas dan menyampaikan bahwa peserta mandiri adalah kelompok masyarakat pekerja informal yang perekonomiannya sangat terdampak pandemi Covid-19.”Kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini justru berpotensi membuat masyarakat kesulitan dalam membayar iuran BPJS Kesehatan sehingga akses layanan kesehatan menjadi terhambat,” ujarnya.
Dia juga meminta pemerintah mencari solusi dalam menjaga keberlanjutan program JKN-KIS dan keberlangsungan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN agar tetap berjalan, namun tidak memberatkan ataupun membebani masyarakat.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi II KSP bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Sosial, Ekologi dan Budaya Strategis Abetnego Tarigan menjawab kritikan terhadap keputusan untuk menaikkan iuran peserta mandiri BPJS Kesehatan.
”Dengan angka segitu itu yang memang punya prospek sustainability, keberlanjutan pengelolaan BPJS itu. Memang mereka dari Kementerian Keuangan mengatakan perhitungan itu juga sudah memperhitungkan terkait dengan ability to pay dalam melakukan pembayaran,” kata Abetnego di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan iuran peserta mandiri kelas I naik 87,5 persen dari Rp80 ribu menjadi Rp150 ribu dan kelas II naik 96,07 persen dari Rp51 ribu menjadi Rp100 ribu.
Selanjutnya iuran peserta mandiri kelas III baru akan naik tahun depan. Pemerintah menaikkan iuran peserta mandiri kelas III sebesar 37,25 persen dari Rp25.500 menjadi Rp35 ribu.