Perbankan Dapat Suntikan Likuiditas Rp34,15 Triliun

fin.co.id - 14/05/2020, 09:15 WIB

Perbankan Dapat Suntikan Likuiditas Rp34,15 Triliun

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Untuk menambah dana likuiditas perbankan, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp34,15 triliun kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit atau memberi tambahan kredit modal kerja.

Syarat penempatan dana tersebut, bank harus dalam kondisi sehat, masuk kelompok 15 aset terbesar, dan 51 persen dimiliki WNI. Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Total semua Rp34,15 triliun mencakup 60,66 juta rekening. Jadi supaya perbankan terdorong dalam restrukturisasi debitur UMKM," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu dalam video daring, kemarin (13/5.

Febrio menjelaskan, dana sebesar itu bukan digunakan untuk menyelamatkan perbankan namun untuk meringankan beban debitur UMKM yang terdampak pandemi Covid-19. Kendati demikian, memang ada sebagian bank yang mengalmi kesulitan akibat corona. Namun jumlanya terbilang kecil. Pasalnya, saat ini perbankan masih memiliki Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp700 triliun. "Saya sudah ceritakan untuk merestrukrisasi UMKM, perbankan tidak mengalami kesulitan likuiditas," paparnya.

Pihaknya meyakini perbankan mampu melaksanakan restrukturisasi tanpa memanfaatkan dana dari pemerintah. Ini karena rasio alat likuid perbankan yang mencapai 16,9 persen masih memadai atau jauh di atas persentase ketentuan minimal rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI) yaitu minimal 6 persen.

"Makanya pemerintah bersama-sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BI sepakat bahwa bank sebaiknya menggunakan alat likuid dulu sebelum minta penempatan dana," ucapnya.

Namun jika ada perbankan yang membutuhkan dana likuiditas, menurutnya hanya sedikit. Nah, ia meyakini dengan anggarakan Rp35 triliun sudah cukup untuk mendukung program restrukturisasi kredit UMKM. "Kalau pun ada bank yang memerlukan penempatan dana karena restrukturisasi itu kita estimasi nggak akan terlalu besar. Makanya kita tetapkan angkanya Rp35 triliun, itu yang kita estimasikan," ujarnya.

Terpisah, pengamat Analis Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) Dendy Indramawan menilai, penguatan likuiditas untuk restrukturisai kredit harus didukung dengan strategi internal bank, dan kebijakan relaksasi likuiditas dari fiskal maupun moneter. Ia mencatat, potensi restrukturisai rkedit UMKM mencapakup hampir 20 persen dari kredit Rp5.500 triliun.

"Dari perhitungan kami, dari total sekitar Rp1.000 triliun, ada penundaan arus kas cicilan kredit sekitar Rp100 triliun. Nilai tersebut cukup besar dan perlu menjadi perhatian," katanya.

Ia menjelaskan, khususnya bank besar saat ini sudah cukup proaktif dalam meningkatkan alat likuidnya untuk mengantisipasi pelemahan arus kas masuk yang cukup tinggi tersebut. Namun itu hanya mampu untuk likuiditas di level rendah dan sedang. Sementara jika di posisi tinggi, maka bank perlu mendapat dukungan dari fiskal ataupun moneter.

"Yang paling bisa dijaga adalah likuiditas bank BUMN. Dengan begitu transaksi pasar uang atara bank bisa tetap berjalan dan membantu bank kecil yang kemampuan perolehan likuiditasnya terbatas," pungkasnya.(din/fin)

Admin
Penulis