PSBB Dinilai Sudah Tidak Efektif Lagi

fin.co.id - 12/05/2020, 03:14 WIB

PSBB Dinilai Sudah Tidak Efektif Lagi

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 menyatakan akan memberi kesempatan kepada warga yang berusia di bawah 45 tahun untuk beraktivitas lebih banyak dibanding sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi angka pemutusan hubungan kerja (PHK) karena pandemi COVID-19.

"Kelompok ini tentu dapat diberi ruang untuk bisa aktivitas lebih banyak lagi. Sehingga potensi terdampak PHK bisa dikurangi," kata Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Doni Monardo di Jakarta, Senin (11/5).

Meski begitu, Doni menyatakan hal itu tetap harus dilaksanakan dengan menerapkan protokol kesehatan secara disiplin dan ketat. Yakni menjaga jarak dengan orang lain secara fisik, menghindari kerumunan, menggunakan masker, dan sering mencuci tangan dengan sabun. Hal itu wajib menjadi standar setiap masyarakat yang beraktivitas.

Doni menganggap kelompok usia di bawah 45 tahun merupakan lapisan masyarakat yang tidak rentan terpapar oleh dampak buruk COVID-19 dibanding kelompok usia lain. Secara fisik, lanjutnya, kebanyakan warga yang berusia di bawah 45 tahun kondisinya sehat. Warga di bawah 45 tahun juga termasuk kategori masyarakat aktif dengan mobilitas tinggi. Selain itu juga memiliki pengaruh terhadap kondisi lapangan kerja. "Kelompok muda usia di bawah 45 tahun secara fisik sehat. Punya mobilitas tinggi, dan rata-rata kalau terpapar belum tentu sakit,” papar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) ini.

Sementara bagi warga yang berusia 46 tahun ke atas, tetap diminta untuk memperketat kewaspadaan agar tidak tertular COVID-19. Hal ini terutama pada warga kelompok usia 46 sampai 59 tahun ini yang memiliki kondisi kormobid atau penyakit penyerta. Seperti hipertensi, diabetes, jantung, hingga penyakit paru obstraksi kronis.

Ia menyebutkan risiko kematian tertinggi akibat COVID-19 datang dari kelompok usia 65 tahun ke atas. Jumlahnya mencapai 45 persen. Lalu, 40 persen lainnya datang dari kelompok usia 46-59 tahun yang memiliki penyakit penyerta tersebut. "Kalau kita bisa melindungi dua kelompok rentan ini, artinya kita mampu melindungi warga negara 85 persen," terang mantan Danjen Kopassus ini.

Saat ini, Gugus Tugas tengah menyusun skenario untuk menjaga agar masyarakat tidak terpapar virus corona dan juga tidak terdampak PHK. "Di sinilah dibutuhkan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat untuk betul-betul bisa disiplin, taat, dan patuh kepada protokol kesehatan," urainya.

Sementara itu, Anggota DPR RI Dedi Mulyadi menegaskan agar penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah daerah dihentikan. Alasannya sudah tidak efektif. "Kondisi sekarang sudah tidak efektif. Saya mengusulkan PSBB diganti dengan karantina komunal berbasis RW dan desa," kata Dedi.

Menurutnya, melalui karantina komunal, di setiap desa mulai tingkat RW disediakan tempat karantina, pos penjagaan, alat pelindung diri, ambulans dan alat pengukur suhu tubuh. Bahkan disarankan agar tes swab dilakukan di tingkat RW.

Dengan karantina komunal, setiap pengurus RW menutup sendiri daerahnya masing-masing. Sehingga saat ada orang yang masuk ke kampungnya diperiksa terlebih dahulu. Konsep karantina komunal tersebut kini tengah dilaksanakan di Purwakarta.

Dedi menyatakan kalau karantina komunal itu bisa jauh lebih efektif dibandingkan PSBB yang kini diterapkan di sejumlah kabupaten/kota di tanah air. Legislator dari Partai Golkar ini mengatakan PSBB kini sudah tidak efektif karena beberapa hal di antaranya ada kebijakan pemerintah pusat yang melonggarkan transportasi.

Pelonggaran transportasi membuat interaksi orang semakin tinggi dan banyak. Sementara PSBB bertujuan untuk menekan jumlah orang berinterkasi baik antar-individu maupun antar-wilayah. Tetapi lalu lintas mobil tetap bisa lolos pos pemeriksaan di tengah PSBB. Penjagaan ketat hanya dilakukan pada jam-jam tertentu.

Ia juga menyampaikan kalau PSBB tidak efektif. Karena aturannya terlalu panjang dan lama. Sehingga berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat. Di sisi lain, ada kebijakan yang berbenturan. Yakni PSBB dan kelonggaran transportasi. Kondisi itu membuat masyarakat bingung. "Sektor ekonomi jadi terhenti kalau kebijakan PSBB terlalu lama," papar Dedi.

Mantan Bupati Purwakarta ini menerangkan kebijakan PSBB tidak sepenuhnya ditaati masyarakat. Seperti satu toko buka, tetapi toko lain tutup. Orang berkerumun di satu toko yang buka, dan itu tidak ada artinya PSBB untuk menekan interaksi manusia. Alasan lain PSBB sudah tidak efektif adalah kebijakan itu malah memicu problem sosial akibat bantuan dampak Corona yang tak merata dan salah sasaran. "Daripada tidak jelas, hentikan saja PSBB. Karena membingungkan masyarakat dengan regulasi yang aneh-aneh," tukasnya.

Dampak lain dari PSBB adalah membuat aparat jenuh saat menjaga pos pemeriksaan. Sehingga mudah emosi ketika menghadapi masyarakat yang bandel. Tapi sisi lain, masyarakat juga mulai jenuh karena tak bebas berpergian.

Admin
Penulis