JAKARTA - DPR RI pada pekan mendatang dipastikan menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Coronavirus Disease-2019 (COVID-19). Wakil rakyat minta Presiden Joko Widodo secara ketat dan mendetail mengawasi pelaksanaan di lapangan.
"DPR sudah hampir menyetujui Perppu dengan berat hati. Karena di Perppu itu masih banyak kontrol-kontrol yang sangat ketat. Saya sampaikan sendiri ke Presiden, bahwa Pak Jokowi sendiri langsung yang harus mengontrol. Terutama dalam hal penanganan keuangan, penanganan moneter, tanggung jawab Menteri Keuangan, tanggung jawab BI, tanggung jawab OJK, harus dalam pengawasan Presiden langsung. Supaya Presiden mengikuti detail langkah yang dilakukan. Dan yang terpenting jangan ada penumpang gelap," tegas Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar di Jakarta, Sabtu (9/5).
Seperti diketahui, pada Senin malam (4/5), Badan Anggaran (Banggar) DPR RI bersama Pemerintah menyetujui Perppu anti krisis efek Corona untuk dibawa dalam Rapat Paripurna untuk disahkan pada pekan mendatang.
Ketua Tim Pengawasan DPR RI terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi COVID-19 itu meminta Gugus Tugas COVID-19 meningkatkan sinergi dengan Gugus Tugas COVID-19 seluruh Indonesia. "Pastikan kesiapan kerja dan kinerja Gugus Tugas di tingkat nasional sampai tingkat daerah kabupaten/kota," paparnya.
Menurut Muhaimin, momentum COVID-19 saat ini tepat untuk mengubah paradigma pembangunan menjadi berbasis agraria dan sumber daya alam. Pola pembangunan pasca-COVID-19, lanjutnya, harus berbeda dari sebelumnya. Di mana pola pembangunan berkelanjutan menjadi ujung tombak perubahan. Termasuk gagasan Omnibus Law pun harus mampu menjawab tantangan tersebut. "Kita harus evaluasi total cara membangun. Masa COVID-19 ini harusnya jadi momentum perubahan paradigma pembangunan bersumber basis agraria dan sumber daya alam," paparnya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengimbau kepada masyarakat agar tetap memperhatikan dan menaati protokol kesehatan. "Saya mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap bertahan hidup dengan wajar tetapi dengan protokol dan cara menghadapi COVID-19," terangnya.
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Fraksi PDI Perjuangan Deddy Yevri Hanteru Sitorus mendorong pemerintah segera menerbitkan aturan pelaksana dari Perppu nomor 1 tahun 2020. Menurut dia, Perppu tersebut disambut baik dan diapresiasi. Termasuk fraksi-fraksi di Badan Anggaran DPR yang telah setuju Perppu disahkan dalam Sidang Paripurna DPR. "Namun aturan pelaksanaan Perppu yang seharusnya menjadi landasan kebijakan penyelamatan dan pemulihan ekonomi, justru lambat diterbitkan," kata Deddy di Jakarta, Sabtu (9/5).
Menurut dia, Indonesia tidak punya cukup waktu jika tak ingin terlambat dan menyesal karena dampak ekonomi dan sosial pandemi ini luar biasa. Dia menjelaskan sebagaimana tercermin dalam kinerja ekonomi kuartal I 2020, meski masih tumbuh positif, realisasi pertumbuhan 2,97 persen menyiratkan pesan kuat bahwa pelemahan ekonomi datang lebih cepat. "Konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap domestik bruto atau investasi yang paling terdampak," terangnya.
Sektor riil juga ikut terpukul. Terutama para pelaku usaha informal ditambah Indeks Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur Indonesia turun pada April 2020 hingga menyentuh angka 27,5 dari 43,5. "Ini merupakan yang terendah sepanjang sejarah survei PMI di Indonesia. Hal ini menunjukkan terjadinya kontraksi pada sektor manufaktur karena penurunan permintaan domestik," ucapnya.
Karena itu, lanjut Deddy, tidak ada pilihan selain Presiden menyegerakan keluarnya Peraturan Pemerintah (PP) Pemulihan Ekonomi Nasional agar pelaksanaan penyelamatan dan pemulihan ekonomi segera dijalankan secara masif dan konkret.
Dia menilai penundaan angsuran, penyaluran kredit, suntikan modal, dan penyertaan modal negara adalah langkah-langkah konkret yang sangat ditunggu para pelaku usaha. "Khususnya untuk pelaku UMKM yang paling terdampak dan BUMN yang selama ini menjadi tumpuan dan garda depan pelayanan publik dan perekonomian nasional," tukasnya.
Deddy menilai terlalu lama membiarkan dua pilar perekonomian nasional ini berdarah akan berakibat fatal bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebaliknya tindakan yang cepat dan tepat akan menjadi keputusan yang diapresiasi.(rh/fin)