Stimulus Dianggap Gagal Dongkrak Ekonomi

fin.co.id - 08/05/2020, 11:52 WIB

Stimulus Dianggap Gagal Dongkrak Ekonomi

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Paket kebijakan atau stimulus yang dikeluarkan pemerintah dalam menangani pandemi virus corona atau Covid-19 dianggap telah gagal untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pemerintah sendiri telah menggelontorkan stimulus sebesar Rp405 triliun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020. Stimus terdiri dari insentif bidang kesehatan sebesar Rp75 triliun, perlindungan sosial sebesar Rp110 triliun, dan perpajakan dan stimulus KUR sebesar Rp70,1 triliun. Sementara mayoritas anggaran diarahkan untuk memulihkan perekonomian nasional, termasuk restrukturisasi kredit dan pembiayaan UMKM yang sebesar Rp150 triliun.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengatakan, salah satu faktor tersebut adalah rendahnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 yang hanya mencapai 2,87 persen.

"Pemerintah lambat dan terlambat, baik untuk mengantisipasi, melawan, dan memitigasi dampak Covid-19. Kebijakan pemerintah gagal mendongkrak pertumbuhan ekonomi, khususnya konsumsi rumah tangga," kata Enny Sri Hartati, kemarin (7/5).

Dijelaskan, anjloknya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2020 hal ini lantaran turunnya daya beli masyarakat. Adapun indikator atau pembentuk utama produk domestik bruto (PDB) adalah konsumsi rumah tangga.

Ia melanjutkan, penyebab pertumbuhan ekonomi tak mampu naik karena sudah terjadi kesalahan kebijakan sejak paket stimulus I dikeluarkan. Paket Stimulus jilid I fokus untuk menggenjot wisatawan mancanegara. Padahal, saat itu World Health Organization (WHO) sudah mengingatkan bahaya penyebaran virus Corona.

"Jangan lupa, saat itu Ring satu pemerintah justru berlomba-lomba mengundang wisman datang ke Indonesia. Kesalahan lain, pemerintah terlambat mengambil keputusan untuk lockdown atau Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)," tuturnya.

Akibat gerak pemerintah lambat, menurut dia, masyarakat yang tadinya berstatus kelas menengah kini menjadi rentan kelompok bahkan menjadi miskin. Sebab di Indonesia, masyarakat Indonesia sebagian besar bekerja di sektor informal. Selain itu, kebijakan physical distancing hingga PSBB membuat proses jual beli tak sempurna.

"Sebanyak 40 persen golongan masyarakat bawah sudah enggak punya daya beli. Melihat hal itu pemerintah harus bergerak cepat mendistribusikan bantuan sosial agar mereka bisa bernapas dalam kehidupan mereka," ucap dia.

Sementara itu, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, penurunan ekonomi merupakan hal yang lumrah terjadi mengingat semua negara mengalami pelemahan ekonomi.

"Kontraksi ekonomi itu sudah pasti terjadi. Semua negara mengalami itu, yang dibutuhkan adalah kekompakan semua pihak baik pemerintah dan otoritas harus cepat membantu dunia usaha membantu masyarakat terdampak," ujar Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), 7/5).

Sama dengan Indonesia, di negara lain juga mengeluarkan stimulus sebagai upaya menjaga perekonomian negaranya masing-masing di tengah wabah corona. "Negara-negara lain berlomba-lomba mengeluarkan stimulus bantuan kepada masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah kita juga sudah melakukan itu namun persoalan stimulusnya kurang. Dan, harus menambah stimulus," tukas dia.(din/fin)

Admin
Penulis