JAKARTA - Pandemi virus corona atau Covid-19 telah berdampak pada krisis pangan dunia, termasuk Indonesia. Hal itu terlihat dari proses kegiatan logistik hingga proses impor yang tersendat karena wabah corona.
Krisis pangan di dunia akibat corona ini sebelumnya telah diprediksi oleh Organsasi Pangan Dunia (Food Agriculture Organization/FAO).
Pengamat Pangan dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah, krisis pangan yang terjadi di Indonesia saat ini, salah satunya kelangkaan barang seperti gula. Akibatnya, di pasar harga gula pasir melambung tinggi.
Harga gula sampai menyentuh Rp18.200 per kilogram (kg), pekan lalu. Harga tersebut melebihi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp12.500 kg yang ditetapkan pemerintah.
"Adanya Pembtasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menyebabkan logistik atau ekspor menjadi terganggu. Yang paling nyata ancamannya saat ini adalah masalah gula. Soalnya kita masih impor dari India kan di sana lagi lockdown. Nah ini yang menjadikan belakangan ini gula mengalami kelangkaan," ujar dia, kemarin (7/5).
Mengenai soal beras, ia memperkirakan hingga akhir tahun beras akan surplus hanya 2,8 juta ton untuk dikonsumsi selama satu bulan. Menurut dia, pasokan akhir tahun akan aman jika surplus 8 juta ton, dan akan dikonsumsi selama tiga bulan ke depan sambil menunggu masa panen raya di Maret 2021.
"Kita akan aman kalau surplus berasnya 8 juta ton itu untuk makan kita 3 bulan ke depan sembari menunggu panen raya di bulan Maret tahun berikutnya," papar dia.
Sebetulnya, soal beras Indonesia tak akan ada masalah jika negara sumber impor tak membatasi ekpornya ke Indonesia. Seperti Vietnam, Taiwan, dan India. Sebab, saat ini di tengah pandemi corona mereka mementingkan untuk kebutuhan domestiknya dahulu.
"Biasanya kalau bulan-bulan normal, impor beras sudah masuk untuk stok akhir tahun nanti. Tapi, asalah mereka enggak mau buka, karena untuk mereka dulu," ucapnya.
Berbeda, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, Indonesia tak krisis pangan karena hanya produksi gula mengalami penurunan. "Kita belum bisa disebut kisis pangan hanya karena produksi gula turun," ujar Piter kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (7/5).
Menurut Piter, dalam kondisi seperti saat ini memang produksi pangan harus terus ditingkat. Namun, Indonesia tak akan mengalami krisis pangan tahun ini. "Tapi bukan Kita akan mengalami krisis pangan dalam tahun ini. Ya, kita memang perlu meningkatkan produksi pangan kita, perlu kebijakan yang jelas untuk mewujudkan ketahanan atau bahkan kedaulatan pangan," katanya.
Terkait kelangkaan gula, pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah berusaha menstabilkan harga gula dengan cara memotong rantai distribusi. Pihaknya, mengingatkan produsun agar tak boleh melebihi dari HET ke konsumen. Hal itu sesuai dengan Permendag Nomor 7 Tahun 2020.(din/fin)