Hasto: Pengajuan PAW Harun Sesuai Hukum

fin.co.id - 17/04/2020, 05:15 WIB

Hasto: Pengajuan PAW Harun Sesuai Hukum

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menyebut proses pengajuan eks Calon Legislatif (Caleg) PDIP Harun Masiku sebagai Pergantian Antarwaktu (PAW) Caleg terpilih Nazaruddin Kiemas telah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Ia menyatakan, pengajuan Harun telah didukung oleh keputusan rapat DPP PDIP.

Hasto menegaskan dirinya tidak pernah memerintahkan terdakwa Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina mengurus proses PAW tersebut baik secara lisan maupun melalui surat. Ia menekankan, DPP PDIP hanya memerintahkan Dony Tri Istiqomah.

"DPP hanya menugaskan Dony untuk mengkaji secara hukum terkait uji materi di Mahkamah Agung dan pengurusan soal ini ke KPU," kata Hasto bersaksi dalam persidangan kasus dugaan suap PAW DPR RI dengan terdakwa Saeful Bahri melalui sambungan telekonferens di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kemayoran, Jakarta, Kamis (16/4).

Hasto menjelaskan, pihaknya sengaja mengusulkan Harun untuk menggantikan Nazaruddin yang meninggal sebelum Pileg 2019. Sebab, kata Hasto, Harun dianggap sebagai kader yang berprestasi dan berjasa bagi partai.

Harun, sambungnya, pernah mendapat beasiswa di University of Warwick United Kingdom Jurusan Hukum Ekonomi Internasional. Lalu, dibeberkannya, pada 2000 lalu, Harun juga pernah ikut serta membantu penyusunan anggaran dasar/rumah tangga PDIP.

"Keputusan tersebut juga hasil rapat pleno DPP PDIP yang mengusulkan bahwa pengganti suara Nazaruddin Kiemas pemilik suara 44 ribu dilimpahkan kepada Harun," kata Hasto.

Hasto menilai, partai memiliki kewenangan untuk mengusulkan kadernya sebagai PAW dan hal itu pernah terjadi di pemilu sebelumnya. Pada Pileg 2009, kata Hasto, kasus seperti ini pernah terjadi.

Di mana, Sutradara Ginting meninggal dan dilimpahkan suaranya kepada kader terbaik partai. Hasto menegaskan, partai politik punya kedaulatan dalam memutuskan pengalihan suara itu, mengingat partai politik adalah sebuah lembaga bukan orang per orang.

Oleh karena itu, kata Hasto, pihaknya melakukan uji materi terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2019. Politikus asal Yogyakarta ini menerangkan MA mengabulkan permohonan PDIP yang pada intinya partai politik punya kedaulatan untuk memutuskan kader terbaiknya.

Keputusan MA itu pun sempat diserahkan kepada KPU. Namun, pada Agustus 2019, kata Hasto, KPU belum meyakini putusan MA dan menolak permohonan PDIP. DPP PDIP kemudian meminta MA mengeluarkan Fatwa MA untuk menyikapi perbedaan tafsir itu.

"Untuk menjalankan keputusan MA dan Fatwa MA, kami mengeluarkan surat tugas kepada Dony Istiqomah untuk menjalankan tugas tersebut dan kami berkirim surat kepada KPU terkait permohonan menjalankan Fatwa MA tersebut," kata Hasto.

Selain itu, Hasto juga menegaskan kepada jaksa penuntut umum bahwa dirinya tidak pernah menyuruh Dony untuk menyuap komisioner KPU Wahyu Setiawan. Dia juga memastikan tidak pernah memerintahkan Saeful dan Tio terlibat dalam pengurusan perkara ini. Hasto pun menegaskan tidak pernah berkomunikasi dengan Tio.

Di samping itu, Hasto juga pernah mendengar adanya informasi bahwa Saeful ingin meminta uang kepada Harun untuk terlibat dalam program penghijauan pada awal Januari 2019 di Kantor DPP PDIP. Namun, Hasto menolaknya. "Saya berikan teguran terkait hal tersebut," tegas Hasto.

Hasto juga menegaskan tidak pernah bertemu Wahyu di luar kegiatan resmi KPU. Mengenai latar belakang Wahyu, Hasto hanya mengetahuinya sebagai salah satu anggota lembaga penyelenggara pemilu itu. Yang pasti, setelah adanya niatan Saeful meminta dana kepada Harun, kata Hasto, dirinya hanya berkomunikasi pasif kepada Saeful.

"Saya selalu balas hanya, 'Oke, sip'. Artinya saya hanya membaca tetapi saya tidak menaruh atensi dengan hal tersebut," jelas Hasto.

Admin
Penulis