"Begitu pun dengan kewenangan selain karantina wilayah yang menjadi domain serta rezim pemerintah pusat, yaitu kewenangan untuk melakukan pembatasan sosial berskala besar adalah menjadi kewenangan atribusi pemerintah pusat," jelasnya.
BACA JUGA: Kerja Lambat, Jokowi Tegur Para Menteri
Kewenangan pemerintah pusat lainnya, lanjut dia, sesuai amanat UU No. 6/2018, khususnya ketentuan Pasal 59 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa pembatasan sosial berskala besar merupakan bagian dari respons kedaruratan kesehatan masyarakat.Dalam Ayat (3) menyebutkan bahwa pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan/atau, pembatasan kegiatan ditempat atau fasilitas umum.
Untuk pengaturan lebih teknis dan operasional atas ketentuan tersebut, kata dia, sesuai dengan UU Kekarantinaan Kesehatan, khususnya ketentuan Pasal 60 yang menyebutkan bahwa ketentuan lebih lenjut mengenai kriteria dan pelaksanaan karantina rumah, karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan sosial berskala besar diatur dengan peraturan pemerintah.
Meski demikian, dari segi yuridis, terdapat sedikit masalah teknis terkait dengan berbagai hal kebijakan yang akan diambil oleh Pemerintah. Hal ini karena kriteria dan tata cara pelaksanaan karantina di berbagai tingkatan itu masih belum memiliki payung hukum, seperti yang diperintahkan oleh UU itu sendiri, seperti peraturan pemerintah (PP).
"Karenya, sebaiknya Presiden secepatnya menetapkan PP tentang kriteria dan pelaksanaan karantina sebab merupakan aturan derivatif yang bersifat expressive verbis. Sehingga ada keseragaman dalam bertindak, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah," ucapnya.
Untuk diketahui sejumlah kepala daerah, seperti Papua, Tegal, Tasikmalaya, Toli-Toli, Payakumbuh, dan Aceh telah menetapkan karantina wilayah atau lockdown.(gw/fin)