Evaluasi akan pembatasan transportasi publik juga dilontarkan Ombudsman RI (ORI) Perwakilan Jakarta Raya.
"Kami akan bersurat kepada Pemprov DKI, tapi kalau Pemprov DKI siang ini bisa melakukan evaluasi dan mengubah kebijakannya menurut kami itu lebih baik," kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta Raya, Teguh P Nugroho.
Teguh mengatakan, tim Ombudsman Jakarta Raya telah melakukan pemantauan di sejumlah Halte TransJakarta dan Stasiun MRT maupun Kereta Api Listrik (KRL).
Pantauan dilakukan di Stasiun MRT Lebak Bulus, Halte TransJakarta Ragunan, Halte Setiabudi dan Stasiun KRL Tanggerang.
"Hasil pantauan di lapangan memang ada penumpukan yang luar biasa di sana," kata Teguh.
Teguh menilai, kebijakan Pemprov DKI Jakarta mengurangi frekuensi transportasi publik sebagai kebijakan yang salah.
Seharusnya, dalam situasi saat ini justru frekwensi transportasi publik diperbanyak untuk mengurangi penumpukan orang dalam satu tempat dan satu waktu.
Terlebih, sejumlah Halte TransJakarta belum memberlakukan pengecekan suhu tubuh pengguna layanan sebagaimana diamanatkan dalam protokol kesehatan mencegah penyebaran COVID-19.
"Dikhawatirkan ketika Transjakarta memberlakukan pengukuran suhu tubuh setiap stasiun, maka antrean orang dalam satu tempat dan satu waktu akan lebih banyak lagi," kata Teguh.
BACA JUGA: C atet Ya! Suhu Tubuh 38 Derajat Celcius Dilarang Naik Kereta Api
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyatakan pembatasan layanan transportasi publik. Moda Raya Terpadu (MRT)yang awalnya melayani tiap 5-10 menit kini hanya tersedia tiap 10 menit. Selain itu, MRT yang semula tersedia 16 gerbong kini hanya ada 3 hingga 4 gerbong. Lintas Rel Terpadu (LRT) juga semula tiap 10 menit, menjadi 30 menit. Baik MRT dan MRT hanya beroperasi pada pukul 06.00-18.00 WIB.Sedangkan untuk Transjakarta dari yang tadinya ada 248 rute, kini hanya akan ada 13 rute dengan keberangkatan setiap 20 menit dan jam operasional pukul 06.00 - 18.00 WIB.(gw/fin)