Waktu itu, 13 tahun lalu, imunitas badan saya diturunkan secara drastis. Agar hati baru yang menggantikan hati saya yang asli tidak ditolak oleh sistem di tubuh saya.
Covid-19 akhirnya memang lebih serius dari yang diperkirakan banyak ahli. Sedikit yang membayangkan sampai menjadi pandemik. Semula dikira akan sebatas epidemik.
Bahkan, siapa sangka, sampai menyentuh praktik keagamaan--semua agama. Termasuk penutupan semua gereja di Italia.
Ketika gereja, kelenteng, dan masjid ditutup di Tiongkok, kita hanya bisa bilang: dasar Tiongkok komunis.
Tapi Italia yang sangat Katolik terpaksa juga menutup gereja.
Dan Kuwait yang sangat Islam dan Arab juga harus menutup masjid. Termasuk harus mengubah azan. Kuwait adalah yang pertama mengubah bunyi azan.
Tapi Malaysia-lah yang pertama meniadakan salat Jumat. Yakni di negara bagian Perlis--yang memberi saya gelar guru besar kehormatan dulu itu.
Itu juga terjadi Jumat tanggal 13 Maret lalu. Setelah ada acara keagamaan yang dihadiri 60.000 orang di Malaysia. Yang kini--setelah diketahui beberapa yang hadir terkena virus Corona Covid-19--pemerintah di banyak negara mengalami kesulitan menelusuri siapa saja yang hadir di situ. Termasuk siapa yang dari Indonesia.
Saya juga membayangkan betapa sibuknya pemerintah kita saat ini: melacak siapa saja yang sudah berhubungan dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. Yang semula diumumkan hanya sakit tipus. Yang ternyata terkena Covid-19. Kita berdoa agar beliau tidak sampai mendapat gelar super spreader.
Waktu Sultan Perlis mengumumkan ditiadakannya salat Jumat--diganti salat Duhur--saya termasuk yang kaget: kok begitu berani.
Beberapa jam kemudian barulah saya mendengar apa yang dilakukan Kuwait. Yang hari itu salat Jumatnya juga ditiadakan--tapi perbedaan jam membuat Perlis menjadi yang pertama.
Covid-19 datang ke Kuwait agak telat: 24 Februari 2020.
Yang membawa masuk ke Kuwait adalah dua orang sekaligus. Yakni yang baru datang dari Iran. Yang satu orang Kuwait sendiri. Satunya lagi orang Arab Saudi yang tinggal di Kuwait yang juga baru datang dari Iran.
Setelah itu setiap hari muncullah penderita baru di Kuwait. Sampai hari Jumat lalu sudah mencapai lebih 100 orang.
Untuk Kuwait yang penduduknya hanya 4,5 juta, angka 100 itu termasuk tinggi. Maka sampai setidaknya sebulan ke depan bunyi azan di Kuwait masih akan tetap seperti itu --yang berarti salat Jumat-nya diganti salat Zuhur di rumah masing-masing.