UU IKN Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Dana Pembangunan Capai Rp501 Triliun Rawan Dikorupsi

UU IKN Digugat ke Mahkamah Konstitusi, Dana Pembangunan Capai Rp501 Triliun Rawan Dikorupsi

Ilustrasi IKN Nusantara di Penajem Paser Utara-dok fin.co.id-dok fin.co.id

JAKARTA, FIN.CO.ID - Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN) yang baru isahkan oleh DPR RI, di gugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Eks Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua beserta 11 orang lainnya menggugat atau mengajukan pengujian formil ke MK. 

Berdasarkan laman resmi MK yang dipantau di Jakarta, Kamis, gugatan yang dilayangkan oleh Abdullah Hehamahua dan kawan-kawan teregistrasi dengan Nomor 15/PUU/PAN.MK/AP3/02/2022.

(BACA JUGA:Ungkap 6 Persoalan Tata Kelola PEN Daerah, KPK Temukan Celah Korupsi)

Para pemohon yang menggugat IKN ke MK tersebut menamakan diri atau tergabung ke dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).

Dalam permohonanya, pemohon menyebutkan sejumlah poin-poin kerugian konstitusional di antaranya pemohon dirugikan secara potensial dalam penalaran yang wajar dapat terjadi apabila diberlakukannya Undang-Undang IKN.

Tidak hanya itu, sebagai mantan penasihat KPK yang telah mengabdi selama 10 tahun, Abdullah mengatakan telah berupaya melakukan berbagai upaya untuk mengurangi bahkan menghilangkan praktik-praktik korupsi di Indonesia.

(BACA JUGA:Pengadilan Di-lockdown, Hakim Tunda Sidang Vonis Dua Eks Pejabat Pajak)

Selain itu, pemohon I juga mengerti dan memahami celah-celah terjadinya praktik korupsi di Indonesia, yang salah satunya melalui pembangunan fisik yang dananya berasal dari APBN.

"Perpindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Kalimantan tentunya memerlukan pembangunan yang besar-besaran guna mendukung fasilitas di Ibu kota baru," bunyi keterangan pemohon.

Ia menjelaskan dana yang diperlukan untuk pembangunan IKN baru adalah sebesar kurang lebih Rp501 triliun. 

Dengan dana yang begitu besar, akan membuka peluang untuk terjadinya korupsi.

Selain itu, pemohon yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (PKPN) pada 2001, pemohon merasa perlu memberikan saran atau partisipasi dalam proses pembentukan Undang-Undang IKN.

Pemohon juga berniat memberikan masukan upaya yang harus dilakukan oleh pemerintah supaya pembangunan yang dilakukan di IKN baru terhindar dari praktik korupsi. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Khanif Lut

Tentang Penulis

Sumber: