Pengamat Menuding Banjir Efek Gagalnya Penataan Kawasan Puncak Bogor

Pengamat Menuding Banjir Efek Gagalnya Penataan Kawasan Puncak Bogor

JAKARTA - Banjir menimbulkan penderitaan bagi masyarakat terdampak di Jabodetabek. Tidak hanya air yang menggenang tapi juga listrik mati dan air tidak mengalir. Para ahli menyatakan kegagalan pemerintah wujudkan kebijakan terintegrasi dalam penataan kawasan lingkungan puncak Bogor dituding sebagai biang keroknya. Bambang Istianto Direktur Eksekutif Center of Public Policy Studies (CPPS) mengatakan, silang pendapat antara pemerintah pusat dengan daerah serta antar pemerintah daerah terkait kewenangan kawasan tersebut menambah kompleksitas permasalahan banjir di Jakarta dan sekitarnya. "Tidak tuntasnya persoalan banjir yang pada ujungnya selalu menyalahkan air bah kiriman dari Bogor cermin buruknya manajemen pemeritahan," kata Bambang kepada Fajar Indonesia Network, Minggu (5/1). Seperti diketahui kawasan puncak dipenuhi bangunan villa banyak yang melanggar kebijakan lingkungan. Para pelanggar ini tidak menyadari telah berbuat kerusakan ekosistem kawasan puncak Bogor. "Bukan rahasia umum bahwa pemilik villa orang orang kuat dari Jakarta," kata Bambang. Karena itu, kata Bambang sebenarnya para elit jakarta sendiri tanpa disadari juga yang membuat jutaan rakyat Jabodetabek menderita. "Saat banjir boleh jadi pemilik villa tersenyum huniaan villanya penuh tapi rakyatnya menjeirt," ujar Bambang yang juga selaku pengamat Hukum Tata Negara. [caption id="attachment_426373" align="alignleft" width="696"] Banjir, warga Bekasi, Jawa Barat terpaksa harus antre air bersih. (Foto: Afp)[/caption] Dengan demikian, lanjut Bambang sampai saat ini kebijakan terintegrasi belum terwujud terhalang oleh elit Ibukota pemilik villa juga mafia penguasaan lahan di puncak tersebut. Sebenarnya publik menunggu keberanian dan tindakan tegas terhadap para pelanggar tersebut. Para ahli dan kalangan menyatakan hanya kebijakan terintegrasi tersebut yang dinanti masyarakat mampu membenahi ekosistem kawasan puncak akan mengurangi dampak banjir di Jakarta dan sekitarnya. Menurut Bambang Kebijakan terintegrasi dapat diwujudkan keputusan berada ditangan presiden. Seperti kebijakan infrastruktur jalan berhasil karena Presiden Joko Widodo mengawal langsung pelaksanaan sampai kebijakan teknis operasional dilapangan. ”Akankah bapak Presiden memberikan atensi yang sama terhadap persoalan kompleksnya banjir di Ibukota," kata Bambang. Sejak terjadinya banjir, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terus menjadi sorotan publik. Sejumlah media nasional memberitakan bahwa bencana ini menelan banyak korban lantaran Anies tidak melakukan normalisasi sungai karena enggan menggusur. Anies bahkan dibanding-bandingkan dengan Gibernur DKI Jakarta periode sebelumnya, Basuki Tjahaya Purnama. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy justru melihat bahwa banjir yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya merupakan siklus 25 tahun cuaca ekstrem. ”Kalau kemudian menciptakan dampak luas tidak hanya terjadi di DKI tapi juga di wilayah-wilayah yang lain, itu harus kita maklumi," kata Muhadjir. Kerusakan alam di daerah hulu Sungai Ciliwung, seperti Bogor dan Depok juga cukup berdampak terhadap bencana ini. Menurut Muhajir ini saling berkaitan. Dengan kemarau yang sangat panjang ini terjadi anomali musim, saat ini harusnya memasuki puncak musim ujan tapi justru baru mulai. ”Ini juga sangat berpengaruh sehingga hujan yang tertahan lama itu kemudian akan menimbulkan efek anomali berupa hujan ekstrem seperti ini," kata ia. Muhadjir justru memuji kinerja Pemprov DKI Jakarta, terutama Dinas Sumber Daya Air atas langkah jitunya untuk mengelola jalur air. Langkahnya, menurut Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu bisa mengantisipasi banjir lebih besar. [caption id="attachment_426333" align="alignleft" width="696"] Sejumlah pasukan TNI dan Polri ikut membersihkan sisa lumpur pasca banjir yang merendam kawasan Pondok Gede Permai (PGP), Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat, Minggu (5/1). Tindakan tersebut dilakukan guna membantu warga yang tertimpa banjir setinggi lima meter. (Foto Iwan Tri/ Fajar Indonesia Network)[/caption] Dia mengakui bahwa daerah bantaran Sungai Ciliwung masih ada yang terendam banjir. Namun begitu, hal tersebut begitu sulit untuk terelakkan. Anies mengklaim, hanya 15 persen wilayah Jakarta yang terdampak banjir. Menurut ia banjir melanda sejumlah wilayah karena pompa air yang tersedia tidak mampu mengatasi jumlah air hujan yang tinggi.”Tempat yang curah hujannya ekstrem seperti di sini (Kelurahan Makasar), di sini curah hujannya ekstrem, maka antara pompa mengalirkan dengan hujan yang jatuh enggak seimbang," kata Anies usai melakukan kerja bakti di Kelurahan Makasar, Jakarta Timur, Minggu (5/1). Mantan Mendikbud ini mengatakan, 85 persen wilayah Jakarta lain, contohnya di Kemang, tidak terdampak banjir karena di sana pompa air dapat berfungsi optimal. Tercatat ada 478 pompa air yang tersebar di 176 titik di Jakarta. Anies menambahkan, sebanyak 122 unit pompa mobile juga disiagakan di wilayah Jakarta. Ia memastikan seluruh pompa air kini berfungsi secara baik. ”Hujan yang sedemikian deras, tapi kenapa Kemang tidak banjir, karena pompa mobile kami bekerja di Kemang Raya," tutur Anies. Ia bersyukur 85 persen wilayah Jakarta aman. Ada 15 persen yang terdampak dan 15 persen itu ada di bawah 1 persen yang ketinggian airnya di atas 1,5 meter. "Artinya secara sistem, kesiapan kita alhamdulillah baik," lanjutnya. (dim/fin/ful)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: