Hukuman Edhy Prabowo Ditambah Jadi 9 Tahun, ICW: Kurang!

Hukuman Edhy Prabowo Ditambah Jadi 9 Tahun, ICW: Kurang!

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) memuji putusan majelis hakim putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang menolak permohonan banding eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster. Namun, menurut Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, hukuman Edhy yang diperberat menjadi sembilan tahun penjara atas ditolaknya banding tersebut belum cukup. Semestinya, kata dia, hakim memperberat pidana hingga 20 tahun penjara agar memberikan efek jera. "Bagi ICW, hukuman itu belum cukup memberikan efek jera terhadap yang bersangkutan. Mestinya pada tingkat banding, hukuman Edhy diubah menjadi 20 tahun penjara, dendanya dinaikkan menjadi Rp1 miliar, dan hak politiknya dicabut selama lima tahun," kata Kurnia dalam keterangannya, Jumat (12/11). Dikatakan, ada sejumlah alasan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk memenjerakan Edhy Prabowo selama 20 tahun. Pertama, kata Kurnia, Edhy Prabowo melakukan kejahatan korupsi saat menduduki posisi sebagai pejabat publik. Kedua, lanjutnya, praktik korupsi suap ekspor benih lobster terjadi saat Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19. "Ketiga, hingga proses banding, Edhy Prabowo tidak kunjung mengakui perbuatannya," ucap Kurnia. Menurut Kurnia, selain mengonfirmasi kekeliruan putusan di tingkat pertama, putusan banding ini juga menggambarkan betapa rendahnya tuntutan yang dilayangkan jaksa KPK terhadap Edhy Prabowo. Padahal, kata Kurnia, pasal yang didakwakan oleh KPK sebenarnya memungkinkan untuk menjerat Edhy hingga hukuman maksimal. Namun pada faktanya hanya lima tahun penjara. "Ke depan, jika Edhy Prabowo mengajukan kasasi, penting bagi Komisi Yudisial mengawasi proses persidangan tersebut. Jangan sampai putusan kasasi nanti meringankan kembali hukuman Edhy Prabowo dengan alasan yang mengada-ngada," tutur Kurnia. Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan tim kuasa hukum mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Atas ditolaknya banding tersebut, Pengadilan Tinggi DKI memperberat vonis Edhy dari semula lima tahun di tingkat pertama menjadi sembilan tahun penjara. "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan tahun dan denda sebesar Rp400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," demikian bunyi amar putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI, dikutip Kamis (11/11). Hakim juga mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan USD77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo. Uang itu harus dibayar Edhy dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa unuk menutupi kekurangan uang pengganti. Jika harta bendanya tak cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama tiga tahun. Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun sejak Edhy selesai menjalani pidana pokok. Sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun denda Rp400 juta subsider enam bulan kurungan terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Majelis hakim menyatakan Edhy Prabowo bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap terkait izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). "Terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama," ujar Hakim Ketua Albertus Usada di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/7). Selain pidana penjara dan denda, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa berupa kewajiban membayar uang pengganti sejumlah Rp9.687.447.219 dan USD77 ribu dikurangi dengan uang yang sudah dikembalikan. (riz/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: